Comments
Transcript
RB08G32s-Seksualitas laki-laki - Perpustakaan UI
UNIVERSITAS INDONESIA SEKSUALITAS LAKI-LAKI DALAM NOVEL “VITA SEXUALIS” KARYA MORI OGAI SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Humaniora GALIH RAKHMADI 0606088261 FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA PROGRAM STUDI JEPANG DEPOK JULI 2010 Seksualitas laki-laki..., Galih Rakhmadi, FIB UI, 2010 SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME Sayayang bertandatangan dibawah ini menyatakandengansebenarnyabahwa skripsi ini sayasusuntanpatindakanplagiarismesesuaidengan peraturanyang berlaku di Universitas lndonesia. Jika di kemudian hari ternyata sayamelakukan tindakan plagiarisme, saya akan bertanggungjawab sepenuhnyadan menerima sanksiyang dijatuhkan oleh UniversitasIndonesiakepadasaya. Juli 2010 Jakarta,21 v-t L,-z)4 L' - GalihRakhmadi Seksualitas laki-laki..., Galih Rakhmadi, FIB UI, 2010 11 HALAMAN PERI{YATAAI\ ORISINALITAS Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun yang dirujuk telah saya nyatakan dengan benar. Nama Galih Rakhmadi I\PM 0606088261 @2 Tanda Tangan 21Juli 2010 Tanggal Seksualitas laki-laki..., Galih Rakhmadi, FIB UI, 2010 ru HALAMAN PENGESAHAN Skripsiini diajukanoleh Nama NPM Program Studi Judul Skripsi : : Galih Ra[fimadi :0606088261 : Jepang : Seksualitas Laki-laki Dalam Novel "Vita Sexualis" KaryaMori Ogai Telah berhasil dipertahankan di hadapan I)ewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan unfuk memperoleh gelar Sarjana Ilumaniora, pada Program Studi Jepang, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas fndonesia DEWANPENGT].[ Pembimbing : Dr. BambangWibawarta Penguji : JonnieRasmadaHutabarat,M.A Penguji : DarsimahMandah,M.A. Ditetapkan di: Depok Tanggal : 16Juli2010 Oleh, Dekan FakultasIlmu PengetahuanBudaya UniversitasIndonesia Wibawarta 199003I 002 Seksualitas laki-laki..., Galih Rakhmadi, FIB UI, 2010 iv KATA PENGANTAR Puji syukur saya panjatkan ke Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan segala rahmatNya saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini saya tulis sebagai salah satu syarat untuk mendapat gelar Sarjana Humaniora. Prosesnya telah berlangsung selama kurang lebih satu semester, dimulai sejak sekitar akhir bulan Desember 2009 hingga bulan Juli 2010. Bahan-bahan, dan referensi, serta sumber yang diperlukan telah saya pilah dan pilih untuk mendukung penulisan skripsi ini. Saya amat menyadari bahwa tanpa bantuan, dukungan, dan bimbingan orang-orang di sekitar saya, skripsi ini tidak mungkin dapat saya selesaikan tepat waktu. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada: 1) Dr. Bambang Wibawarta selaku pembimbing yang telah mencurahkan waktu, tenaga, dan pikirannya untuk membimbing dan juga memotivasi saya selama proses penyelesaian skripsi ini; 2) Bapak Jonnie Rasmada Hutabarat, M.A dan Ibu Darsimah Mandah, M.A. selaku dosen penguji yang telah memberikan kritikan dan masukan yang amat berarti bagi tulisan saya; 3) Seluruh dosen pengajar Program Studi Jepang, yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu, terimakasih banyak atas didikan dan nasehat-nasehat yang telah diberikan sepanjang saya menimba ilmu di UI; 4) Ibunda dan Ayahanda tercinta di rumah yang senantiasa mendoakan dan memotivasi saya supaya telaten dalam mengerjakan skripsi; 5) Mbah Kakung, almarhumah Mbah Uti, Tante Susi, Tante Dewi dan lainnya di Bogor yang tidak bisa saya sebut satu persatu, untuk dukungan dan doanya untuk saya; 6) Uyut yang juga senantiasa mengingatkan dan mencerahkan pemikiran saya dan segala sarannya; 7) Senpaitachi yang telah memberi dukungan dalam berbagai macam cara. Pepen ’97 (untuk pinjaman buku-buku yang amat mencerahkan), Rizu ’01 Seksualitas laki-laki..., Galih Rakhmadi, FIB UI, 2010 v (yang berbagi lagu-lagu Hatsune Miku), dan senpaitachi lainnya yang memberikan dukungan dan semangat; 8) Teman-teman 2006, yang saling berbagi susah dan senang sejak awal kuliah. Aji, Baim, Nanta, Zaim, Jamil, Zakky, Aya, Gita, Cupphe, Adit, Puput, Tata, Ranti, Citra, Yola, Agnes, Kara, Fuji, Diyu, Dini, Bunit, Ariana, kita semua akan terus bersama, mengenang masa-masa indah ini. Juga tak lupa untuk kouhai-kouhai 2007 dan 2008 yang banyak mendukung dan menyemangati; 9) Teman-teman di Kopma, Sam, Mas Yo, Mas Gino, Mas Lukman, Mbak Vivi dan Mas Fajar yang juga selalu mendukung dan menyemangati; 10) Bandit-bandit Eisa dengan segala kesibukannya yang juga selalu mendukung dan menyemangati; 11) Teman-teman band, Zuminon (teman-teman masa SMAku), Nekineko & Nekoyaki (yang “amat” Oshare), dan Black Moral (yang terdegradasi moralnya), dan teman-teman band lainnya dalam komunitas band J-Indo yang tidak bisa disebut satu persatu, segala caci maki, doa, dan mantra penyemangat kalian akan kuingat selalu. Akhir kata, semoga semua bantuan dan kebaikan yang telah diberikan pada saya akan dibalas dengan yang setimpal oleh Tuhan Yang Maha Esa. Semoga skripsi ini dapat membantu pengembangan ilmu pengetahuan. Tangerang, 21 Juli 2010 Penulis Seksualitas laki-laki..., Galih Rakhmadi, FIB UI, 2010 vi HALAMAN PERNYATAAI{ PERSETUJUAII PUBLIKASI TUGAS AKHIR T]NTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Sebagaisivitas akademikUniversitasIndonesia,sayayang bertandatangandi bawah ini: Nama NPM ProgramStudi Departemen Fakultas JenisKarya Galih Rakhmadi 0606088261 Jepang FakultasIlmu PengetahuanBudaya Skripsi demi pengembanganilmu pengetahuan,menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesiallak Bebas Royalti Noneksklusif ( Non-exclusive Royaltyfree Right ) ataskarya ilmiatr sayayang berjudul : Seksualitas Laki-laki Dalam Novel "Vita Sexualis" karya Mori Ogai beserta perangkat yang ada (ika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan,mengelola dalam bentuk pangkalan data(database), merawat,memublikasikantugasakhir sayaselamatetap mencantumkannamasayasebagaipenulis/penciptadan pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataanini sayabuat dengansebenarnya. DibuatDi : Depok Tanggal:21 Juli20l0 Yangmenyatakan (calih Raknmadi) Seksualitas laki-laki..., Galih Rakhmadi, FIB UI, 2010 vll DAFTAR ISI JUDUL ..................................................................................................................... i SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME ............................................ ii HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS .................................................. iii LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................... iv KATA PENGANTAR ............................................................................................. v LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ............................ vii ABSTRAK .............................................................................................................. viii DAFTAR ISI ........................................................................................................... ix DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................... x 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1 1.2 Masalah Penelitian ........................................................................................ 3 1.3 Tujuan Penelitian ......................................................................................... 3 1.4 Kajian Pustaka............................................................................................... 3 1.5 Metode Penelitian ......................................................................................... 6 1.6 Landasan Teori ............................................................................................ 6 1.7 Sistematika Penulisan ................................................................................... 11 2. MORI OGAI DAN KARYANYA 2.1 Kehidupan Mori Ogai ................................................................................... 13 2.2 Karya-karya Mori Ogai ................................................................................ 17 2.3 Vita Sexualis dan Naturalisme ...................................................................... 20 3. SEKSUALITAS LAKI-LAKI DALAM NOVEL “VITA SEXUALIS” KARYA MORI OGAI 3.1 Seksualitas Laki-laki ..................................................................................... 28 3.2 Analisis Tahapan psikoseksual Kanai ........................................................... 30 3.2.1 Tahapan Infantil Kanai ......................................................................... 30 3.2.2 Tahapan Laten Kanai ........................................................................... 35 3.2.3 Tahapan Genital Kanai ......................................................................... 56 4. KESIMPULAN .................................................................................................... 72 5. DAFTAR REFERENSI ...................................................................................... 75 6. LAMPIRAN ......................................................................................................... 77 Seksualitas laki-laki..., Galih Rakhmadi, FIB UI, 2010 ix DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Sinopsis cerita novel “Vita Sexualis” .................................................... 77 Seksualitas laki-laki..., Galih Rakhmadi, FIB UI, 2010 x ABSTRAK Nama Program Studi Judul Ogai : Galih Rakhmadi : Jepang : Seksualitas Laki-laki dalam novel “Vita Sexualis” karya Mori “Vita Sexualis” merupakan karya Mori Ogai yang bertemakan Naturalisme. Karya ini dibuat dengan maksud untuk menunjukkan kepada masyarakat Jepang, terutama penulis-penulis naturalisme dari Jepang bagaimana karya Naturalisme sebaiknya dibuat. Vita Sexualis menceritakan tentang kehidupan seksual Shizuka Kanai sejak ia berumur enam tahun sampai 23 tahun. Seksualitas laki-laki akan dijelaskan melalui perkembangan tahap psikoseksual Shizuka Kanai. Melalui analisis setiap peristiwa yang dialami Shizuka Kanai sejak umur enam tahun sampai 23 tahun terutama yang berhubungan dengan seks, penulis mendapati Shizuka Kanai mengalami gejala aseksual pada tahap laten dan meninggalkan fiksasi tahap infantil-phalik sehingga kesempurnaan pada perkembangan tahap genitalnya menjadi terhambat. Kata kunci: Seksualitas laki-laki, psikoseksual, aseksual, naturalisme. Name Study Program Title : Galih Rakhmadi : Japan Study : Human male sexuality in Mori Ogai’s “Vita Sexualis” “Vita Sexualis” is Mori Ogai’s Naturalism novel. This work is made with the purpose of showing how naturalism themed novels should be made to Japan society especially Japanese naturalism writers. “Vita Sexualis” is a story about Shizuka Kanai’s sexual life from which he was six years old to 23 years old. Human male sexuality will be explained through Shizuka Kanai psychosexual development. Through analyzing every event that happens in Shizuka Kanai’s life through six years old to 23 years old especially events related to sex, the writer’s got to see that Shizuka Kanai has an asexual symptom in his latent phase and he left a fixation in his infantile-phallic phase which restraining perfection in his genital phase development. Keywords: Human male sexuality, psychosexual, asexual, naturalism Seksualitas laki-laki..., Galih Rakhmadi, FIB UI, 2010 viii Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan hasil proses kreatif yang dilakukan oleh pengarangnya. Menurut Wellek dan Warren dalam Teori Kesusastraan, “Proses kreatif meliputi seluruh tahapan, mulai dari dorongan bawah sadar yang melahirkan karya sastra sampai pada perbaikan terakhir yang dilakukan pengarang.” (69) Sesuai pernyataan tersebut maka seluruh kegiatan pengarang mulai dari niat untuk menciptakan karya sastra, sampai proses menulis, dan memperbaiki karya sastra dapat dikatakan sebuah proses kreatif. Proses kreatif ini pada akhirnya akan menghasilkan karya sastra, terlepas dari karya tersebut akan dipublikasikan di tengah masyarakat atau tidak. Di dalam karya sastra tersebut pastilah ada pengaruh-pengaruh personal dari sang pengarang. Pesan-pesan dari sang pengarang akan tertuang di dalam karya sastra, baik secara eksplisit ataupun implisit. Pengaruh personal pengarang dapat kita lihat melalui kalimat-kalimat yang tertuang di dalam karyanya. Salah satu yang dapat kita lihat adalah pengaruh psikologis pengarang di dalam sebuah karya sastra. Bahkan kita dapat melihat penerapan teori psikologi pada perilaku dan interaksi antara tokohtokoh di dalam suatu karya sastra. Seringkali pengarang membuat karya dengan memasukkan dirinya sebagai tokoh di dalam karyanya tersebut. Novel Vita Sexualis (ヰタ・セクスアリス) karya Mori Ogai merupakan salah satu karya sastra yang dapat dikategorikan sebagai novel sejarah dan autobiografi yang difiksikan (Nakai Yoshiyuki, 227). Novel ini terbit pada tahun 1909, pada saat Mori Ogai telah memiliki posisi yang penting di dunia sastra modern Jepang. Akan tetapi, novel ini dilarang oleh pemerintah Jepang pada masa itu karena dianggap buku yang berbahaya. Padahal novel ini tidak menceritakan seks secara vulgar atau menjadi salah satu media propaganda politik, novel ini menjadi autobiografi Mori Ogai secara implisit dan menceritakan perkembangan kehidupan Seksualitas laki-laki..., Galih Rakhmadi, FIB UI, 2010 1 Universitas Indonesia 2 seksualnya dari umur enam tahun sampai ia berumur sekitar 23 tahun, sewaktu ia belajar di Jerman. Vita Sexualis menceritakan perkembangan kehidupan seksual sang tokoh utama yang bernama Shizuka Kanai. Pada umur enam tahun, Kanai memergoki tetangganya yang sedang melihat gambar-gambar erotis bergaya ukiyoe.1 Kemudian, pada umur tujuh tahun, ia diajak bercanda oleh seorang kakek-kakek yang berada di dekat pos gerbang sekolah. Ia tidak mengerti maksud kakek-kakek tersebut mengenai apa yang dilakukan oleh ayah dan ibunya di malam hari. Pada umur sepuluh tahun, Kanai melihat-lihat gambar-gambar di dalam sebuah buku yang terletak di bagian atas rumahnya. Di sana ia merasa menemukan suatu hal yang luar biasa, mengenai tubuh seorang perempuan. Ia berpikir bahwa selama ini ia belum pernah melihat secara langsung bagaimana tubuh seorang perempuan. Kemudian, berdasarkan informasi yang ia dapat dari gambar tersebut, ia mencoba mengajak main teman perempuannya, Katsu, yang tinggal di daerah belakang rumah Kanai. Kemudian ia bersama Katsu bermain-main dengan melompati beranda. Pada akhirnya, ia mendapati bahwa apa yang ia lihat pada gambar di rumahnya ternyata berbeda dengan kenyataan yang ia lihat pada diri Katsu. Setelah kejadian itu, Kanai menjadi lebih penasaran terhadap hal-hal yang berhubungan dengan seks. Akan tetapi, beberapa peristiwa yang terjadi ketika ia bersekolah membuatnya tidak terlalu tertarik dengan hal yang berhubungan dengan seks sehingga ia tidak merasakan dorongan seksual semasa remajanya. Setelah ia lulus sekolah, dan melalui serangkaian peristiwa yang tidak disengaja, Kanai akhirnya merasakan adanya dorongan seksual dalam dirinya. Peristiwa itu terjadi ketika Kanai berusia 20 tahun. Kemudian, ibunya juga mendorong Kanai supaya ia menikah sebelum berangkat bersekolah ke Jerman, tetapi Kanai menolak hal tersebut, dan akhirnya berangkat ke Jerman tanpa menikahi siapapun. Dalam tulisan ini, penulis akan membahas mengenai seksualitas laki-laki yang dalam Vita Sexualis akan dijelaskan melalui perkembangan kehidupan tokoh utamanya. Vita Sexualis diterbitkan tahun 1909 sebagai hasil akhir Mori Ogai yang 1 Genre percetakan menggunakan balok kayu di Jepang pada abad 17 s.d. abad 20 yang berupa lukisan. Seksualitas laki-laki..., Galih Rakhmadi, FIB UI, 2010 Universitas Indonesia 3 kurang menyukai paham naturalisme yang populer dalam karya sastra Jepang pada masa itu. Walau diboikot pemerintah, karya ini dapat memberikan gambaran kepada pembaca mengenai apa yang sesungguhnya terjadi dalam perkembangan seksualitas seseorang, terutama laki-laki, dibandingkan karya lain yang bertema naturalisme. Hal inilah yang mendorong penulis untuk meneliti seksualitas laki-laki dalam novel Vita Sexualis melalui pengalaman tokoh utamanya, Shizuka Kanai, dengan meneliti perkembangan psikoseksualnya. 1.2 Masalah Penelitian Penulis akan membahas mengenai seksualitas laki-laki dalam novel Vita Sexualis karya Mori Ogai. Kemudian penulis akan meneliti perkembangan tahapan psikoseksual tokoh utamanya, yaitu Shizuka Kanai. Dengan meneliti perkembangan psikoseksual dari Shizuka Kanai, penulis akan menjelaskan mengenai seksualitas laki-laki dalam tulisan ini. 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian penulis pada skripsi ini adalah untuk menjelaskan seksualitas tokoh utama, Shizuka Kanai. Seksualitas tokoh utama novel ini akan dijelaskan melalui penelitian mengenai kejadian-kejadian apa saja yang terjadi dengan tokoh utama sesuai tahapan perkembangan psikoseksual Shizuka Kanai sejak umur enam tahun sampai sekitar 23 tahun, dan pengaruhnya terhadap perkembangan seksualitas tokoh utama. Melalui penelitian-penelitian tersebut penulis bertujuan untuk menjelaskan seksualitas laki-laki dalam novel Vita Sexualis. 1.4 Kajian Kepustakaan Pada zaman Meiji, filsafat berkembang pesat di Jepang. Dalam Vita Sexualis, diperkenalkan tokoh utama, Shizuka Kanai yang berprofesi seorang filsuf dan penulis Seksualitas laki-laki..., Galih Rakhmadi, FIB UI, 2010 Universitas Indonesia 4 novel. Perkenalan itu menandakan zaman Meiji dimana filsuf telah menjadi suatu mata pencaharian. Ideologi-ideologi yang datang dari Barat, terutama berasal dari Yunani diterapkan di Jepang dengan menyesuaikan kondisi Jepang pada masa itusehingga perlu adanya macam-macam penyesuaian yang simetris dan terarah. Satu hal yang pasti, filsuf-filsuf Yunani adalah para pekerja intelektual yang kebanyakan berada di dunia lelaki sehingga hubungan cinta sesama jenis antara guru dan murid sudah dianggap umum di antara mereka. (Komori Yoichi, 235) Hal ini digambarkan dalam Vita Sexualis. Ketika Kanai masuk ke sekolah, ia telah memasuki zaman Meiji yang penuh dengan hal berbau homoseks. Ia baru mengetahui kata-kata seperti shounen (少年) yang berarti anak muda yang dijadikan obyek sodomi. Ia tidak merasa ada yang aneh ketika ditraktir oleh senpainya, bahkan ketika sampai ia digenggam tangannya oleh senpainya. Pada suatu malam, ia diajak ke kamar asrama senpainya. Di sana sudah disiapkan kasur dan ia diajak tidur bersama. Dengan kata lain, Kanai diajak bercinta dengan senpainya yang sesama lelaki. Untungnya ada senpainya yang lain datang menolong Kanai. Setelah ia berhasil melewati kejadian yang menurutnya seperti kematian yang sudah pasti sulit bahkan tidak bisa dihindari, ia menceritakan hal tersebut kepada ayahnya, yang langsung dijawab dengan tenang, “Ya, memang ada oknum-oknum seperti itu. Lain kali berhati-hatilah.” Teman-teman Kanai semasa sekolahnya terbagi menjadi dua kelompok yang berbeda. Kelompok yang pertama adalah kouha 2 yang berorientasi homoseks, sementara kelompok yang kedua adalah nanpa 3 Kelompok nanpa ini suka sekali melihat gambar-gambar porno. Di perpustakaan, buku-buku bergambar porno tersebut disimpan di dalam laci yang terletak di tas penyimpan buku sang penjaga perpustakaan. Sementara itu, kelompok kouha tidak suka melihat buku-buku porno tersebut. Mereka lebih suka membaca cerita tentang Hirata Sangoro. Cerita tersebut menceritakan tentang kisah cinta Hirata Sangoro dengan seorang lelaki yang lebih tua. 2 硬派 (こうは) berarti laki-laki yang tidak mudah tergoda oleh lawan jenis, dan tidak mudah terpengaruh kepada gejolak asmara 3 軟派 (なんぱ) berarti laki-laki yang mudah tergoda lawan jenis dan lemah terhadap gejolak asmara/hawa nafsu, dalam konteks ini diterjemahkan menjadi orang-orang yang mata keranjang Seksualitas laki-laki..., Galih Rakhmadi, FIB UI, 2010 Universitas Indonesia 5 Dikatakan bahwa cerita ini wajib dibaca pada hari pertama di sebuah sekolah privat (juku) di Kagoshima. Kanai merasa terintimidasi dengan kelompok kouha tersebut. Hal tersebut karena Kanai dan Shonosuke Hanyu adalah murid-murid yang termasuk paling muda. Dibandingkan Kanai, Hanyu memiliki badan yang putih bersih kulitnya, matanya jernih serta bibirnya kemerahan, sedangkan Kanai memiliki badan yang berkulit gelap, dan postur tubuh yang kikuk bahkan Kanai dibesarkan di desa. Namun demikian, karena Hanyu ternyata termasuk kedalam kelompok nanpa, ia tidak menjadi incaran kelompok yang kouha (Mori Ogai, 113-114) Potongan cerita di atas menyiratkan praktik homoseks yang terjadi di Jepang pada zaman Meiji. Dalam cerita lain yang benar-benar beredar di Jepang pada zaman Meiji, seperti Shizu no Odamaki4, kemudian Shonen sugata5 juga memiliki tokoh dan cerita yang berorientasi homoseks. Dalam kelanjutan cerita di atas, Kanai berusaha untuk menyampaikan masalah tersebut kepada ayahnya yang memiliki jabatan di pemerintahan, namun hal tersebut ditanggapi biasa saja oleh ayahnya. Hal ini terjadi karena memang ayahnya tidak bisa berbuat macam-macam terhadap apa yang menimpa Kanai. Ayahnya secara tidak langsung memang menekankan kepada Kanai bahwa ada masalah yang harus dihadapi sendiri dalam hidup. Sikap ayah Kanai juga menegaskan tentang apa yang disebut “piramida hierarki”. Meskipun ayah Kanai memang telah menempati posisi dalam piramida hierarki di atas Kanai, tetap saja ada hubungan individual yang harus ditangani sendiri dan tidak bisa dicampuri oleh siapapun. (Komori Yoichi, 235) Ogai menulis Vita Sexualis dengan gaya penulisan naturalisme. Tema yang diangkat berkisar tentang hal yang berhubungan dengan kehidupan seksual tokoh utamanya yakni Shizuka Kanai. Akan tetapi, gaya penulisan yang diambilnya tidak sekedar pendeskripsian kejadian-kejadian secara implisit. Ogai mengambil 4 Cerita tentang percintaan dua orang samurai dari zaman Azuchi-Momoyama, pada saat perubahan ke zaman Tokugawa. Kisah ini kembali populer di zaman Meiji, dan dicetak, setelah sebelumnya hanya berupa cerita lisan. 5 Novel karya Yamada Bimyou yang terbit di tahun 1886. Menceritakan tentang seksualitas Hirata Sangoro Munetsugu. Seksualitas laki-laki..., Galih Rakhmadi, FIB UI, 2010 Universitas Indonesia 6 pendekatan impresionisme seperti yang dilakukan Monet dalam lukisannya, atau seperti yang dilakukan Debussy dalam banyak komposisi musiknya. Hal yang dilakukan Ogai ketika menggunakan gaya naturalisme dalam penulisannya adalah tidak melukiskan tema penulisannya secara jelas dan mendalam dalam karyanya, tetapi mengganti deskripsi detail tersebut dengan bentuk lain yang tak berbentuk jelas atau abstrak tapi meninggalkan makna mendalam bagi penikmat karya sastra. Hal ini seperti yang dilakukan Debussy pada musiknya yang menggunakan banyak tangga nada kromatis, serta pada lukisan Monet, misalnya matahari yang sulit dilukiskan dengan bentuk yang jelas tapi ia tetap dapat terkesan bersinar terang. Ogai tidak melukiskan impresi tersebut hanya dalam kalimat-kalimat, tetapi ia juga bertindak seperti seorang psikolog seksual yang mampu melukiskan impresi tersebut dengan simbol bahasa yang baik sehingga pembaca dapat merasakan efek impresi yang dilukiskannya. (Nakai Yoshiyuki, 230) 1.5 Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode deskriptif analisis, dengan disertai pendekatan psikologi sastra. Metode deskriptif analisis berarti mendeskripsikan data terlebih dahulu lalu menganalisis hasil datanya kemudian. Pendekatan psikologi sastra diperlukan karena penulis akan membahas mengenai novel Vita Sexualis dari sudut psikologis penokohan, dalam hal ini tokoh utama. Sumber data dari penulisan skripsi ini didapat dari perpustakaan FIBUI, perpustakaan The Japan Foundation, perpustakaan Pusat Studi Jepang, dan senpaisenpai di Program Studi Jepang. 1.6 Landasan Teori Karya sastra setiap waktu, dari masa ke masa selalu ada yang baru dan mengalami perkembangan. Dalam setiap karya sastra tersebut, pengarang Seksualitas laki-laki..., Galih Rakhmadi, FIB UI, 2010 Universitas Indonesia 7 memasukkan unsur-unsur yang diperlukan demi mencapai nilai artistik yang diinginkannya. Dalam proses yang disebut proses kreatif itu, timbul gejala-gejala psikologis yang secara sadar maupun tak sadar dimasukkan oleh sang pengarang ke dalam karya sastranya, yang tercermin melalui perilaku tokoh-tokoh di dalam karya sastranya. Wellek dan Warren dalam bukunya Teori Kesusastraan membedakan analisis psikologis melalu proses kreatif ini menjadi dua macam, yaitu studi psikologis yang semara-mata berkaitan dengan pengarang, seperti kelainan kejiwaan, sebagai sejenis gejala neurosis, sedangkan studi kedua berhubungan dengan inspirasi, ilham, dan kekuatan-kekuatan supernatural lainnya. (69) Adapun menurut Prof. Dr. Nyoman Kutha Ratna dalam Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra, “Pada dasarnya psikologi sastra memberikan perhatian pada masalah yang kedua, yaitu pembicaraan dalam kaitannya dengan unsur-unsur kejiwaan tokoh-tokoh fiksional yang terkandung dalam karya.” Dengan demikian, ia menekankan bahwa aspek kemanusiaan merupakan objek utama psikologi sastra karena dalam diri seorang manusia, sebagai tokoh-tokoh dalam kehidupan, aspek kejiwaan diaplikasikan. Maka, analisis pada umumnya tertuju kepada tokoh utama, kemudian tokoh kedua, ketiga, dan seterusnya. Seksualitas adalah bagaimana seseorang mengalami hal yang erotik dan mengekspresikan perasaan mereka sebagai makhluk seksual. Biasanya didorong oleh hasrat seksual, seksualitas memiliki aspek biologis, fisik, dan emosional. Secara sosiologi, seksualitas dapat mencakup aspek politik, budaya, dan hukum. (Rathus, Spencer A., Jeffrey S. Nevid, dan Lois Fichner-Rathus, 5) Sementara, menurut Raharjo yang dikutip oleh Nurhadmo (Maulana Ali Ahmad, para. 6) menjelaskan bahwa seksualitas merupakan suatu konsep, kontruksi sosial terhadap nilai, orientasi, dan perilaku manusia, yang berkaitan dengan seks. Sementara Freud membicarakan seksualitas sebagai satu faktor penting yang menjadi motivasi dalam kehidupan manusia. Menurut Freud, kehidupan manusia didorong oleh naluri hidup yang mengabadikan kehidupan seorang individu dengan memotivasinya mencari makan dan air, dan mengabadikan kehidupan sebuah spesies, dengan memotivasinya untuk melakukan hubungan seks. Naluri yang memotivasi Seksualitas laki-laki..., Galih Rakhmadi, FIB UI, 2010 Universitas Indonesia 8 kehidupan individu tersebut dinamakan disebut ”trieb”.6 Akan tetapi, para psikoanalis Prancis, termasuk Freud menggunakan istilah ”pulsi” sebagai istilah yang lebih sempurna dibandingkan dengan ”trieb” yang lebih berarti kepada insting yang bersifat kebinatangan. Sementara ”libido” adalah ”pulsi” seksual yang terdapat dalam diri manusia sejak ia lahir. Kata ”libido” digunakan dalam konteks ini karena ”libido” adalah bahasa ilmiah untuk ”pulsi” seksual yang biasa digunakan dalam dunia biologi. (Max Milner, 105) Freud, dengan pengalaman klinisnya sebagai seorang dokter membuat ia memandang bahwa seks adalah kebutuhan yang lebih penting dalam dinamika psikis. Hal ini terjadi karena kita sebagai manusia adalah makhluk sosial, dan seks adalah kebutuhan yang paling sosial. Untuk meneliti perkembangan seksualitas tokoh utama Vita Sexualis, penulis akan menggunakan teori psikoseksual yang dikemukakan oleh Freud, mengenai perkembangan psikologis seksualitas manusia sejak lahir hingga dewasa. Freud mengemukakan teorinya mengenai perkembangan seksualitas individu melalui teori psikoseksualnya. Dalam teorinya, ia menegaskan bahwa terdapat pengaruh hasrat seksual terhadap perkembangan kepribadian manusia. Pada suatu saat tertentu, terdapat beberapa bagian tubuh manusia yang sensitif terhadap stimulus dari luar tubuhnya, yang disebut dengan zona erogen (erogenous zone)7. Pada tubuh seorang anak, libido tersebut ditampakkan melalui aktifitasnya di zona erogen tersebut. Zona erogen itu adalah mulut(oral), anus, dan genital. Seorang anak membutuhkan berbagai macam kebutuhan dasar sejak ia lahir. Sejak ia lahir, libido telah ada di dalam diri seorang anak melalui kebutuhannya. Contoh yang paling mudah adalah kebutuhan menyusui. Seiring perkembangan waktu, kebutuhannya akan semakin meningkat. Jika kebutuhan sang anak tidak dapat terpenuhi dengan baik maka anak akan menjadi frustrasi dan manja, serta akan tercipta fiksasi, dimana libido tersebut akan terbawa dalam perkembangan psikologisnya. Bila sang anak berhasil melewati masa frustrasi tersebut, fiksasi tidak akan terjadi, namun akan tersisa karakter individu tersebut ketika ia melewati masa frustrasi tersebut. Kemudian, Freud 6 Trieb berasal dari bahasa Jerman yang berarti insting atau naluri. Erogenous zone, adalah daerah-daerah tertentu dari tubuh manusia yang mampu memberikan kenikmatan tertentu apabila terkena rangsangan dari luar. 7 Seksualitas laki-laki..., Galih Rakhmadi, FIB UI, 2010 Universitas Indonesia 9 menggambarkan tiga tahap pokok psikoseksual, yaitu tahap infantil, tahap laten, dan tahap genital. Tahap pokok yang pertama, yaitu tahap infantil, terdiri atas tiga subtahap yaitu tahap oral, tahap anal, dan tahap phalik. Tahap oral adalah tahap dimana anak mendapat kenikmatan melalui mulut yaitu makan dan minum. Pertama-tama ia bisa menyusui, dan menelan. Akan tetapi setelah giginya tumbuh, maka iapun bisa menggigit. Hal-hal inilah yang pertama kali menimbulkan kenikmatan bagi seorang anak. Kemudian akan datang masa frustrasinya dimana sang ibu akan mulai menyapih anaknya supaya dapat makan. Bila masa frustrasi ini terus berlangsung dan tidak bisa terlewati dengan baik, karakter yang akan terbentuk umumnya adalah pesimis, irihati, dan sarkasme. Sebaliknya, bila ibunya tidak menyapih anaknya dan memanjakan anaknya, karakter yang terbentuk umumnya adalah optimisme, serta polos dan lugu. Tahap ini berlangsung selama kira-kira 18 bulan. Selanjutnya adalah tahap anal, dimana anak bisa merasakan kepuasan untuk membuang feses, atau menahannya. Sebagai contoh, sang anak bisa mengekspresikan ketakutannya dengan menahan fesesnya atau justru mengekspresikan kejengkelan dan kekesalannya dengan tidak menahan fesesnya serta membiarkan faecesnya keluar pada waktu kapanpun yang dirasa ia mau. Pada tahap ini pun dapat terjadi fiksasi, bila sang anak tidak bisa mengatasi konflik-konflik yang terjadi ketika masa anal ini, dan selalu bisa mendapatkan kesempatan untuk membuang fesesnya, umumnya karakter yang terbentuk adalah sifat penentang, berantakan dan sulit diatur. Karakter ini disebut anal expulsive. Sebaliknya, bila anak lebih bisa menahan fesesnya, maka karakternya adalah sifat rapi, teratur, mudah diatur, dan pelit. Tahap ini berlangsung sampai kira-kira umur empat tahun, dan bertumpang tindih dengan akhir tahap oral. Yang terakhir dari tahap infantil adalah tahap phalik, dimana anak mulai bisa merasakan kepuasan dari memainkan alat kelaminnya, mengenal masturbasi serta mulai merasakan adanya kompleks Oedipus 8 secara tidak sadar. Istilah komplek Oedipus dikenakan pada laki-laki, sementara untuk perempuan dikenakan istilah 8 Oedipus adalah nama tokoh mitos Yunani yang membunuh ayahnya, Laius, supaya ia dapat menikahi ibunya, Jocasta. Seksualitas laki-laki..., Galih Rakhmadi, FIB UI, 2010 Universitas Indonesia 10 kompleks Elektra 9 . Pada kompleks Oedipus, sang anak laki-laki akhirnya akan menyadari rasa cintanya terhadap ibunya seiring perkembangan psikoseksualnya menuju tahap phalik. Akan tetapi, ia langsung menemukan sebuah halangan, yaitu ayahnya. Ia kemudian merasa iri terhadap ayahnya. Kemudian, begitu ia menyadari bahwa ibunya tidak memiliki penis, sang anak menjadi takut bahwa penisnya akan dihilangkan oleh ayahnya. Dari sini, ia kemudian akan kehilangan hasrat terhadap ibunya, namun ia menyadari bahwa karena ibunya telah memiliki ayahnya, sang anak akan mencoba mengidentifikasi dirinya menjadi seperti ayahnya, dan akan mendapatkan peran seksual yang sesuai dengan dirinya. Sementara itu, pada kompleks Elektra, sang anak perempuan yang menyadari bahwa ia tidak memiliki penis seperti ayahnya dan laki-laki lainnya, menjadikannya berhasrat terhadap ayahnya supaya bisa juga memiliki penis.10 Ia kemudian menjadi gelisah dan menyalahkan hal tersebut kepada ibunya. Hal ini persis kebalikan dari kompleks Oedipus. Freud menjelaskan bahwa untuk kompleks Elektra tidak diketemukan resolusi yang pasti selesai, tetapi seperti komplek Oedipus, sang anak perempuan akan mencoba memiliki ayahnya dengan cara meniru ibunya walaupun secara tidak sadar. Dengan demikian, sang anak perempuan dapat melanjutkan tahapan psikoseksualnya. Freud kemudian menjelaskan bahwa setiap wanita akan memiliki sedikit fiksasi pada tahap phalik. Fiksasi yang terjadi pada tahap phalik akan meyebabkan sifat narsistik, bangga pada diri sendiri, dan keyakinan yang kuat, dan sikap yang sembrono. Sebaliknya, bila seorang individu tidak berhasil mengatasi konflik pada tahap phalik, maka ia akan menjadi takut untuk menjalin hubungan dengan lawan jenisnya. Kegagalan mengatasi konflik di tahap ini juga dikatakan menjadi salah satu penyebab timbulnya homoseksual. Tahap phalik berlangsung dari umur empat sampai enam tahun. Tahap pokok yang kedua adalah tahap laten, yang terjadi di antara akhir tahap infantil sampai umur 12 tahun. Pada tahapan ini dorongan yang terjadi pada tahap 9 Elektra merupakan nama tokoh mitos Yunani, yang meminta saudaranya Orestes untuk membalas dendam kematian saudara ayahnya, Agamemnon, dengan cara membunuh ibu Elektra, Clymtenestra. Ide penamaan kompleks Elektra diusulkan oleh Carl Jung, walaupun ditolak oleh Freud. 10 Sifat iri ini disebut penis envy. Seksualitas laki-laki..., Galih Rakhmadi, FIB UI, 2010 Universitas Indonesia 11 sebelumnya seakan-akan laten, yaitu seakan-akan terbelenggu sehingga anak-anak lebih mudah dididik. Menurut Freud, tahapan ini sebenarnya tidak dimasukkan ke dalam tahapan psikoseksual, karena ia tidak menemukan adanya perkembangan psikoseksual dan setiap individu terlihat menahan hasrat seksualnya, serta lebih banyak terlibat aktifitas dalam kelompok temannya seperti olahraga, sekolah, persahabatan antar sesama jenis. Tahap pokok yang ketiga yaitu tahap genital. Di tahap ini perkembangan psikoseksual individu akan dianggap sempurna bila telah mencapai kepuasan dalam penyesuaian diri di tahap genital. Pada saat dimulainya masa pubertas, dorongandorongan seksual yang timbul sejak tahap infantil yakni tahap oral, anal dan phalik muncul kembali. Pada masa ini terjadi penyesuaian diri dimana pada tahapan sebelumnya ia membuat kepuasan dari dirinya sendiri, sedangkan di tahap genital ini ia akan mulai mencari objek yang bisa memuaskan dirinya. Sementara itu, fungsi fisiologis dari tahap genital adalah reproduksi, dan hal itu akan dicapai melalui aspekaspek psikologis sampai tahap tertentu. Namun demikian, individu yang mengalami kesulitan dalam menyelesaikan konflik phaliknya dan meninggalkan fiksasi dalam tahap phalik akan membutuhkan waktu penyesuaian yang lebih lama untuk mencapai tahap genital yang sempurna.(Freud, 268-276) 1.7 Sistematika Penulisan Skripsi ini terdiri dari empat bab. Bab pertama adalah pendahuluan yang berisikan latar belakang penulisan, tujuan penulisan, kajian pustaka, masalah penelitian, metode penelitian, landasan teori, dan sistematika penulisan. Bab kedua berisikan mengenai pengarang novel Vita Sexualis yaitu Mori Ogai, yang dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu latar belakang kehidupan Mori Ogai, karya-karya Mori Ogai, serta novel Vita Sexualis dan Naturalisme Bab ketiga berisikan analisis mengenai seksualitas laki-laki dalam novel Vita Sexualis, kemudian identifikasi pengalaman-pengalaman seksualnya berdasarkan Seksualitas laki-laki..., Galih Rakhmadi, FIB UI, 2010 Universitas Indonesia 12 tahapan-tahapan perkembangan psikoseksual, serta pengaruh-pengaruh pengalaman tersebut terhadap perkembangan seksualitasnya. Bab keempat berisi kesimpulan dari analisis yang dilakukan penulis. Kemudian bahan-bahan, sumber referensi akan ditampilkan dalam lembar lampiran dan daftar referensi. Seksualitas laki-laki..., Galih Rakhmadi, FIB UI, 2010 Universitas Indonesia BAB 2 MORI OGAI DAN KARYANYA 2.1 Kehidupan Mori Ogai Mori Ogai lahir pada tanggal 17 Februari 1862, di kota Tsuwano, Iwami-ken (sekarang Shimane-ken). Ia adalah putra sulung dari Mori Shizuyasu dan Mineko. Keluarganya secara turun temurun adalah dokter keluarga di klinik kesehatan keluarga dan apotek untuk klan Hamei di kota Tsuwano. Pada tahun 1872, Ogai diajak oleh ayahnya untuk pindah ke Tokyo. Di Tokyo ia belajar di sekolah swasta Shimbungakusha (進文学社) di daerah Hongo. Di sekolah tersebut ia diwajibkan belajar bahasa Jerman sebagai persiapan masuk ke sekolah kedokteran negeri. Di Tokyo ia sering menginap dan singgah untuk makan di rumah filsuf Nishi Amane yang juga masih saudaranya. Pada tahun 1874, ia diterima di sekolah kedokteran negeri yang disebut juga Dai Ichi Daigaku-ku Igakkō (第一大学区医学校) (sekarang Fakultas Kedokteran Universitas Tokyo). Pada waktu itu, sekolah kedokteran di Jepang semuanya menggunakan bahasa Jerman, terutama karena pengajarnya berasal dari Jerman. Ogai lulus dari sekolah tersebut dan menjadi dokter pada bulan Juli 1881. Kemudian, pada bulan Desember 1881, ia diterima di Korps Dokter Militer Angkatan Darat, dan mulai bekerja di Rumah Sakit Angkatan Darat Tokyo. Pada tahun 1884, Ogai yang berusia 23 tahun mendapatkan kesempatan dari pemerintah untuk belajar ke Jerman. Ia kemudian berangkat pada bulan Agustus tahun itu, menggunakan kapal Prancis sampai ke Marseille, dan melanjutkan dengan kereta api ke Berlin. Ia sampai di Jerman pada bulan Oktober. Tugas pertama yang ia lakukan di sana adalah meneliti sistem higienis di Universitas Leipzig. Kemudian, pada tahun 1886, ia pindah ke Muenchen dan belajar di Universitas Muenchen dengan dosen Max Josef von Pettenkofer. Lalu pada tahun 1887, Mori pindah ke Berlin dan bersama Kitasato Shibasaburo mengunjungi Robert Koch di Universitas Berlin untuk belajar sistem higienis. Pada saat Ogai berada di Jerman, ia juga Seksualitas laki-laki..., Galih Rakhmadi, FIB UI, 2010 13 Universitas Indonesia 14 mempelajari filsafat dan sastra Barat di waktu luangnya. Pada bulan Maret 1888, Ia mendapat tugas terakhirnya yaitu ditempatkan di resimen infanteri Pengawal Kerajaan Prusia sebelum tiba kembali di Jepang pada bulan September tahun yang sama. Ogai mulai bekerja sebagai tenaga pengajar di Sekolah Kedokteran Militer Angkatan Darat pada bulan Oktober 1888. Sekembalinya Ogai pulang ke Jepang, ternyata diikuti dengan kedatangan seorang gadis bernama Elise Wiegert dari Jerman. Akhirnya, setelah ia tinggal bersama Ogai satu bulan, Elise memilih pulang kembali ke Jerman. Kedatangan Elise ke Jepang, dan kisah cintannya bersama Ogai menjadi inspirasi bagi lahirnya novel Maihime (舞姫) pada tahun 1890. Pada tahun 1889, Ogai menikah dengan Toshiko, putri sulung Noriyoshi Akamatsu, seorang Laksamana Madya yang disebut juga Kaigunchuujou (海軍中将) yang hanya ia ketahui melalui fotonya saja. Kemudian, pada bulan Agustus 1889, Ogai memimpin kelompok Shinseisha (Kelompok Suara Baru, 新 声 社 ) yang menerbitkan kumpulan puisi terjemahan, Omokage (於母影)di majalah Kokumin no Tomo(国民之友). Sementara itu, Ogai juga menerbitkan majalah sastra Shigarami Sōshi(しがらみ草紙) bersama adiknya, Miki Takeji. Penerbitan Shigarami Sōshi menjadi kesempatan untuk Ogai menerjemahkan karya sastra luar negeri, seperti Faust (Johann Wolfgang von Goethe) dan Improvisatoren (Hans Christian Andersen) Ogai kemudian menerbitkan tiga novel dengan latar belakang cerita di Berlin meskipun public Jepang tidak terlalu familiar dan kurang informasi tentang Jerman. Pertama-tama, novel Maihime yang dimuat di majalah Kuni no Tomo pada bulan Januari 1890. Kemudian dilanjutkan dengan Utakata no Ki (うたかたの記) di majalah Shigarami Sōshi di bulan Agustus, serta Fumizukai (文づかひ) pada bulan Januari tahun 1891. Novel Maihime benar-benar mengagetkan publik Jepang karena isinya yang mengisahkan percintaan orang Jepang dengan orang asing berkulit putih. Pada bulan September 1890, Ogai bercerai dengan istrinya setelah lahir putra sulung yang diberi nama Mori Oto. Sementara itu, terjadi polemik sastra yang dikenal Seksualitas laki-laki..., Galih Rakhmadi, FIB UI, 2010 Universitas Indonesia 15 dengan nama Botsurisō Ronsō (没理想論争) terjadi antara Ogai dengan Tsubouchi Shōyō. Polemik tersebut menjadi berlarut-larut setelah prinsip realisme Tsubouchi dikritik Ogai dalam majalah Shigarami Sōshi. Sebenarnya esai yang dikeluarkan dalam Shigarami Sōshi tidak semuanya dibuat Ogai, akan tetapi karena Ogai adalah editor untuk esai-esai tersebut, maka tentu saja ada kaitannya dengan Ogai. Pada bulan Agustus 1891, Ogai mendapat gelar doktor dalam ilmu kedokteran. Setelah itu ia diangkat menjadi kepala sekolah militer pada bulan November 1893. Selama perang Sino-Jepang pertama, Ogai terjun berperang sebagai komisaris dokter militer di Manchuria dari tahun 1894 hingga 1895. Ketika kembali ke Jepang pada bulan September 1895, Ogai meneruskan jabatan yang dipegangnya sebelum pecah perang. Kemudian di tahun 1896, Ogai bersama Kōda Rohan dan Saitō Ryokuu mendirikan majalah Mesamashisō ( め さ ま し 草 ) sebagai kelanjutan majalah Shigarami Sōshi. Mereka bertiga menulis serial kritik sastra yang berjudul San-nin Jōgo (三人冗語). Majalah Mesamashisō terbit hingga tahun 1902. Pada bulan Juni 1898, Ogai diangkat menjadi komandan dokter militer pengawal kekaisaran, sekaligus merangkap sebagai kepala sekolah dokter militer di Tokyo. Penugasan tersebut tidak berlangsung lama karena Ogai diperintahkan bertugas di kota Kokura, Kyushuu sebagai Kepala Korps Dokter Militer Divisi XII. Di bulan Januari tahun 1902, Ogai menikah dengan Shige, putri dari hakim Hiroomi Araki. Sebelum kembali ke Tokyo pada bulan Maret 1902, Ogai menyelesaikan catatan hariannya selama di Kokura, yaitu Kokura Nikki (小倉日記). Selama perang Rusia-Jepang (1904-1906), Ogai terjun dalam perang sebagai komandan dokter militer Divisi II di Manchuria hingga bulan Januari 1906. Setelah kembali ke Jepang, ia kembali menempati pos-pos yang ditinggalkannya saat pecah perang. Pada masa perang Sino-Jepang Pertama dan perang Rusia-Jepang, Ogai menghentikan kegiatan menulisnya. Pada bulan Oktober 1907, Ogai diangkat sebagai Inspektur Jenderal Korps Dokter Militer Angkatan Darat. ( 陸 軍 軍 医 総 監 Rikugun gun-i sōkan) yang merupakan jabatan tertinggi bagi dokter militer. Jabatan Direktur Biro Urusan Seksualitas laki-laki..., Galih Rakhmadi, FIB UI, 2010 Universitas Indonesia 16 Kedokteran di Departemen Angkatan Darat. ( 陸 軍 省 医 務 局 長 Rikugun-shō imukyoku-chō) juga ikut dirangkapnya. Setelah dua tahun berlalu, Ogai kembali aktif menulis setelah terbit majalah Subaru ( ス バ ル ), dan selalu menyumbangkan tulisannya di setiap edisi. Novelnya yang dimuat di majalah Subaru, misalnya: Hannichi (半日), Vita Sexualis, Niwatori (鶏), dan Seinen (青年). Selain itu, Mori juga menyelesaikan drama berjudul Kamen (仮面) dan Shizuka (静). Di tahun 1911, Ogai menerbitkan dua novel, yaitu Gan dan Kaijin. Lima hari setelah peristiwa junshi ( 殉 死 ) yang dilakukan Jenderal Nogi Maresuke, Ogai menyelesaikan penulisan Okitsu Yagoemon no Isho ( 興津 弥 五右 衛門 の 遺書 ). Selanjutnya Ogai banyak menulis novel bertemakan sejarah, seperti Abe Ichizoku (阿 部一族), Sanshōdayū (山椒大夫), Takasebune (高瀬舟), dan Shibue Chūsai (澁江抽 斎). Ogai mengundurkan diri dari dinas militer pada bulan April 1916. Kemudian Ogai diangkat sebagai kurator Museum Kekaisaran (sekarang Museum Nasional Tokyo) pada bulan Desember 1917, sekaligus merangkap Kepala perpustakaan di bagian Arsip dan Makam, Departemen Rumah Tangga Kekaisaran. Selanjutnya, Ogai diangkat menjadi direktur pertama Akademi Seni Kekaisaran (sekarang Japan Art Academy) pada bulan September 1919. Salah satu tugasnya sebagai Zusho no Kami adalah menentukan nama almarhum untuk kaisar yang meninggal. Ogai yang tidak begitu menyukai penamaan zaman Meiji dan zaman Taisho, diundang oleh kaisar untuk menentukan nama zaman yang berikutnya. Akan tetapi, karena kondisi kesehatannya yang terus menurun, Ogai menunjuk Masuzo Yoshida untuk menggantikannya. Yoshida nantinya dikenal sebagai pengusul nama zaman yang baru sebagai zaman Showa. Pada tanggal 9 Juli 1922, Mori Ogai, 60 tahun, meninggal dunia akibat penyakit ginjal dan tuberkulosa. Pesannya yang terakhir yang ditulis tanggal 7 Juli 1922 berbunyi, "Kuingin mati sebagai Mori Rintarō yang orang Iwami" (余ハ石見人 森林太郎トシテ死セント欲ス yo wa Iwamijin Mori Rintarō toshite shisen to Seksualitas laki-laki..., Galih Rakhmadi, FIB UI, 2010 Universitas Indonesia 17 hossu). Maka, sesuai pesan terakhirnya, gelar dan segala macam atribut kehormatan Ogai ditanggalkan. Di batu nisannya hanya tertulis "Mori Rintarō". Makamnya berada di kuil bernama Kōfuku-ji (sekarang bernama Zenrin-ji, di kota Mitaka, Tokyo). Tulangnya dimakamkan kembali di kuil bernama Yōmeiji, kota Tsuwano, Prefektur Shimane. 2.2 Karya-karya Mori Ogai Ogai dikenal sebagai penulis dengan gaya sejarah yang dibuat secara fiksional. Ia merupakan penulis yang tidak suka dengan gaya naturalisme yang dibuat oleh penulis Jepang di zaman Meiji, dan kerap melakukan kritik terhadap karya-karya bertemakan naturalisme tersebut. Kritik-kritik tersebut kebanyakan dimuat dalam bentuk esai yang kemudian dipublikasikan dalam jurnal yang dikelolanya seperti Shigarami Soshi dan Subaru. Karya sastranya yang pertama adalah penerjemahan karya-karya sastra Eropa dalam majalah Shigarami Soshi yang diterbitkannya bersama adiknya, Miki Takeji. Pedro Calderón de la Barca: El alcalde de Zalamea (The Mayor of Zalamea) adalah karya sastra yang diterjemahkan bersama adiknya di tahun 1889 dan diterbitkan di majalah Shigarami Soshi. Beberapa karya terjemahan lain seperti Faust, dan Improvisatoren juga dimuat di Shigarami Soshi pada tahun-tahun berikutnya. Selain itu, kumpulan puisi Omokage juga diterbitkan di majalah Kokumin no Tomo dengan menggunakan nama grup Shinseisha yang dipimpin langsung Ogai. Kemudian, di tahun 1890 Ogai menerbitkan novel pertamanya, Maihime, yang juga dimuat di majalah Kokumin no Tomo. Berlatar belakang di Jerman, Ogai membuat cerita Maihime ini yang terinspirasi dari pengalaman dirinya ketika belajar di Jerman. Wanita yang diceritakan di dalam Maihime belakangan memang diketahui datang menyusul Ogai ke Jepang setelah Ogai lebih dahulu pulang. Maihime cukup mengagetkan publik Jepang karena menceritakan hubungan cinta seorang asing berkulit putih dengan orang Jepang. Seksualitas laki-laki..., Galih Rakhmadi, FIB UI, 2010 Universitas Indonesia 18 Setelah itu, di bulan Agustus di tahun yang sama, Ogai lagi-lagi menerbitkan novel berlatarkan Jerman yang berjudul Utakata no Ki. Akan tetapi, novel ini diterbitkan di majalah Shigarami Soshi. Novel berikutnya, Fumizukai yang berlatarkan Jerman juga diterbitkan di majalah Shigarami Soshi pada bulan Januari 1891. Setelah itu, Ogai turut serta dalam perang Sino-Jepang di tahun 1894-1895 dan perang Jepang-Rusia di tahun 1904-1906. Dalam periode tersebut, Ogai sama sekali tidak menulis untuk majalah apapun. Setelah Shigarami Soshi ia bersama Kōda Rohan dan Saitō Ryokuu mendirikan majalah Mesamashisō sebagai kelanjutan majalah Shigarami Sōshi. Mereka bertiga menulis seri kritik sastra berjudul San-nin Jōgo, dan majalah Mesamashisō terbit hingga tahun 1902 . Ogai kembali aktif menulis setelah terbitnya majalah Subaru. Karya yang diterbitkannya di majalah Subaru antara lain Hannichi ditahun 1909, kemudian dilanjutkan dengan Vita Sexualis ditahun yang sama. Setelah itu di tahun 1910 Ogai juga menerbitkan Seinen dan Fushinchu. Pada tahun 1911, Ogai menerbitkan Mōsō (妄想) dan Gan (雁) di Subaru. Gan menceritakan tentang kisah cinta yang bertepuk sebelah tangan dalam kondisi masyarakat yang tengah berubah. Berlatar di Tokyo pada tahun 1880, Gan berisi banyak komentar Ogai tentang perubahan yang terjadi di Tokyo di zaman Edo menuju ke zaman Meiji. Diceritakan dalam Gan bahwa Suezo, seorang rentenir yang sudah tak tahan lagi dengan istrinya yang suka mengomel, akhirnya memutuskan untuk mengambil seorang perempuan untuk dijadikan sebagai gundik. Kemudian, Otama, yang ingin merawat ayahnya seorang pedagang yang sudah tua dan duda, setuju untuk dijadikan gundik oleh Suezo karena kemiskinan yang melanda keluarganya. Akan tetapi, setelah Otama mengenal Suezo lebih jauh, ia merasa dikhianati dan ingin mencari seseorang yang sanggup menyelamatkannya dari Suezo. Akhirnya ia bertemu Okada, seorang murid kedokteran yang dapat disimbolkan sebagai penyelamat Otama. Setelah karya-karya tersebut di atas, Ogai menulis novel yang berdasarkan sejarah. Salah satu pemicunya adalah tindakan bunuh diri (junshi) yang dilakukan oleh Jenderal Nogi Maresuke dan istrinya dalam rangka kematian Kaisar Meiji. Hal Seksualitas laki-laki..., Galih Rakhmadi, FIB UI, 2010 Universitas Indonesia 19 tersebut membuatnya menulis novel sejarah berjudul Okitsu Yagoemon no isho yang diselesaikan dalam waktu lima hari setelah kejadian bunuh diri tersebut. Novel lain yang juga bertemakan sejarah antara lain Abe ichizoku (阿部一族) yang terbit di tahun 1913 , Ōshio Heihachirō (大塩平八郎) dan Yasui fujin (安井夫 人) yang terbit di tahun 1914 , Sanshō dayū (山椒大夫) dan Saigo no ikku yang terbit di tahun 1916 , serta dan Kanzan Jittoku (寒山拾得) yang terbit di tahun 1916. Sejak tahun 1915, Ogai lebih menekankan pendekatan fakta yang lebih ketat terhadap penulisan sejarah dari tokoh-tokoh novelnya. Kebijakan tersebut membuatnya menghasilkan karya yang termasuk ke dalam biografi tokoh. Karya Ogai yang termasuk biografi antara lain Shibue Chūsai dan Izawa Ranken. Keduanya terbit di tahun 1916. Shibue Chūsai mengisahkan kehidupan seorang dokter, yang bekerja kepada tuan tanah di provinsi Tsugaru, sebuah daerah yang cukup terpencil, sekitar 500 kilometer ke arah utara. Ia lahir di Edo, dan ia adalah seorang ilmuwan, juga sastrawan yang memegang teguh nilai-nilai Konfusianisme selama bekerja di lingkungan pemerintahan. Chusai belajar di Seijukan, sekolah kedokteran milik pemerintahan Shogun, dan di sana pulalah ia mempelajari teks-teks kedokteran Cina kuno. Chusai juga menulis kanshi11 dan kanbun12, serta mencoba membuat kaligrafi, serta bentuk kesenian yang lain. Ia juga seorang penggemar Kabuki. Chusai memiliki keluarga besar dan memiliki banyak kolega. Istrinya adalah seorang perempuan yang bersemangat dan modern, bernama Io. Io mampu mengatur rumahtangga yang besar tersebut dengan kemampuan yang amat baik. Chusai meninggal karena terkena wabah kolera di tahun 1858, bersama dengan banyak orang yang ia kenal. Anakanaknya kemudian menjalani karir yang berbeda setelah Restorasi Meiji. Izawa Ranken, mengisahkan kehidupan seorang dokter yang tinggal di daerah Fukuyama. Ia adalah guru dari Shibue Chusai. Kehidupan Ranken, seperti kehidupan muridnya, tidak berisi kejadian yang amat penting tetapi tentang karirnya yang gemilang, dipadu dengan pengejaran ilmu pengetahuan dan pengembangan nilai-nilai 11 12 Kanshi adalah puisi cina klasik Kanbun adalah komposisi/karangan dalam bentuk tulisan cina klasik. Seksualitas laki-laki..., Galih Rakhmadi, FIB UI, 2010 Universitas Indonesia 20 artistik. Kan Sazan dan Rai San’yo, dua orang penulis kanshi yang hebat di masanya, termasuk kenalan baik Izawa Ranken. Karena itu, kanshi yang ditulis Ranken termasuk kanshi yang bagus. Ranken memiliki kelainan di kakinya, yakni kakinya pincang. Akan tetapi, ia tetap memiliki semangat yang kuat sehingga ia sangat aktif dalam kegiatan-kegiatannya. Kedua anaknya berhasil mengikuti jejak ayahnya dan mendapatkan reputasi yang baik. Kedua anaknya menjaga hubungan dekat dengan keluarga Shibue. Akan tetapi, keduanya meninggal sebelum terjadi perubahan besar dalam sejarah Jepang. 2.3 Vita Sexualis dan Naturalisme Vita Sexualis adalah karya Ogai yang dimuat di majalah Subaru pada bulan Juli tahun 1909. Karya ini tercipta sebagai bentuk protes Ogai terhadap gerakan naturalisme di Jepang. Novel ini menceritakan tentang kehidupan Ogai secara implisit, dan menekankan pengalaman seksual yang dialaminya sejak umur enam tahun sampai ia berumur 23 tahun sewaktu belajar di Jerman. Vita Sexualis muncul di majalah Subaru pada tanggal 1 Juli 1909, dan pada tanggal 28 Juli 1909, Vita Sexualis di sensor oleh pemerintah, semua majalah Subaru edisi tanggal 1 Juli 1909 dilarang beredar dan ditarik pemerintah Jepang. Vita Sexualis dianggap menyebarkan pemikiran yang membahayakan, merusak moral untuk masyarakat oleh pemerintah Jepang (危険なる洋書 Kiken Naru Yousho). Ogai menyayangkan adanya sensor dari pemerintah tanpa adanya alasan yang jelas. Reaksi Ogai terhadap pelarangan Vita Sexualis tidak langsung dapat kita ketahui, akan tetapi dapat terlihat dalam karya yang muncul setelah ini, antara lain dalam Seinen, Asobi, Fuasuchiesu, Chinmoku no To, dan Shokudo yang terbit di tahun 1910. Dalam karya-karya tersebut dapat dilihat bagaimana Ogai merefleksikan pengalamannya dengan tindakan-tindakan pemerintah terhadap hukum pers dan menimbang kembali kejadian tersebut serta menimbang kembali keloyalan dirinya terhadap pemerintahan. Ogai membuat novel-novel di atas dengan cerita yang lebih implisit dibandingkan isi novel Vita Sexualis. Hal ini membuktikan betapa Ogai amat Seksualitas laki-laki..., Galih Rakhmadi, FIB UI, 2010 Universitas Indonesia 21 ingin mengkritik pemerintahan Jepang pada zaman Meiji, namun sekaligus tetap membuktikan bahwa dirinya tetap loyal dan tunduk pada pemerintahan Meiji. (Helen M. Hopper, 388) Vita Sexualis ditulis Ogai dengan mempertimbangkan gaya penulisan naturalisme. Akan tetapi, ia tidak mengimitasi begitu saja gaya naturalisme. Ia bahkan merasa bahwa dirinya adalah seorang yang gagal untuk menulis cerita yang sesuai dengan kenyataan dalam kehidupan, sebagaimana yang banyak diklaim oleh penulis dengan aliran naturalisme bahwa mereka telah menulis sebuah cerita yang sesuai dengan kenyataan dalam kehidupan. (Mori Ogai, 87) Aliran Naturalisme dalam penulisan cerita novel di Jepang telah populer sejak Tayama Katai menerbitkan Futon (蒲団) di tahun 1907. Ogai merasa bahwa apa yang ditulis oleh kebanyakan penulis Jepang yang menerbitkan novel dengan tema naturalisme di masa itu merupakan sebuah imitasi dari naturalisme yang telah lebih dulu ada di Eropa.(Helen M. Hopper, 386) Tentu saja, Ogai yang memiliki pengalaman belajar di Jerman dan menerima pendidikan filsafat Eropa merasa lebih tahu soal naturalisme yang sebenarnya, pemikiran yang berkembang di Eropa. Hal ini berhubungan dengan modernisasi di Jepang. Ogai merasa bahwa modernisasi yang dilakukan di Jepang terlalu mengikuti bahkan hampir 100% mengikuti modernisasi yang terjadi di negara-negara Eropa. Ogai berpendapat bahwa Jepang adalah unik dan berbeda dengan negara-negara Eropa, sehingga tidak tepat bila modernisasi dilakukan dengan sepenuhnya mengikuti Negara Eropa. Hal ini kemudian dikemukakannya di dalam esai yang diterbitkan Ogai di bulan April tahun 1912. Sementara itu, Ogai yang memiliki pengetahuan Eropa dan tetap memegang erat nilai-nilai tradisionalnya juga terus berjuang untuk memperbaiki apa yang sedang terjadi di Jepang. Salah satunya adalah dengan memperbaiki sistem penulisan di Jepang. Tata cara penulisan Kana adalah salah satu hal yang diusulkan oleh Ogai. Hal ini dikemukakan Ogai dalam artikelnya yang terbit di tahun 1909. Akan tetapi, usulnya ditentang oleh para pejabat tinggi di Jepang. Salah satu alasannya adalah penggunaan bahasa merupakan hal yang bersifat publik sehingga jika ingin melakukan perubahan terhadap penggunaan bahasa sebaiknya mengikuti suara pihak Seksualitas laki-laki..., Galih Rakhmadi, FIB UI, 2010 Universitas Indonesia 22 mayoritas. Pada saat itupun masih berkembang pemikiran tentang apa yang menjadi suara mayoritas adalah hal yang demokratis, dan apa yang menjadi suara minoritas terdengar aristokratik dan dianggap jahat (Helen M. Hopper, 384) Ogai kurang menyukai pendapat ini. Ogai berpendapat bahwa dalam berbahasa, perkembangan memang terjadi secara alami, akan tetapi dalam ranah sastra terutama literatur, hal tersebut akan ditambah dengan pertimbangan dari ahli bahasa. Changes in language occur in spoken language naturally. In literary language we add human expertise to create change. This latter is also true with the kana system. And so, when a language becomes literary it becomes perfected. Therefore, it is after a language becomes literary that its ability to express concepts is perfected. The kana system is a rule of this literary language. (Meiji Bungaku Zenshuu, 395) Kemudian, pendapat dari pihak yang liberal pun datang. Mereka menganggap bahwa kementerian tidak memiliki otoritas untuk melakukan perubahan tersebut. Ogai kemudian menanggapinya dengan menegaskan bahwa justru kementerian memiliki otoritas untuk melakukan hal tersebut dan justru menjadi tugas kementerian untuk menyebarluaskan dan mengajarkan sistem kana yang baru kepada masyarakat Jepang. If our national kana system is not used by a majority of the people, it is, I believe, because education is not properly administered. When this system of kana was established many years ago the government was able to enforce its use by the general public. In the same way the current Minister of Education could teach the kana system to the public. Such would be the proper use of his authority. In fact, this is not merely a proper use of his authority; it is his duty. I believe we must teach it. (Meiji Bungaku Zenshuu, 395) Ogai menekankan bahwa hal di atas memang dimungkinkan dan memang tepat terutama untuk seorang staf pemerintahan untuk memutuskan suatu kebijakan dengan pertimbangan publik. Walaupun pada awalnya kebijakan tersebut mungkin tidak akan dipertimbangkan dan diterima langsung oleh orang banyak. Hal yang Seksualitas laki-laki..., Galih Rakhmadi, FIB UI, 2010 Universitas Indonesia 23 ironis adalah, sekalipun Ogai berhasil mendorong pemerintah melalui esainya tersebut, pada akhirnya Vita Sexualis tetap terkena sensor dari pemerintah. Ogai kemudian harus bersabar dengan pelarangan Vita Sexualis. Novel tersebut muncul di majalah Subaru, mencoba memaparkan yang sebenarnya tentang aliran naturalisme yang sebenarnya dalam penulisan novel. Sebelumnya, Ogai telah menerjemahkan karya-karya penulis novel dari Eropa yang beraliran naturalisme. Menurut Ogai, karya-karya beraliran naturalisme tersebut harus tersedia dalam bentuk terjemahan dalam bahasa Jepang dan direview dengan baik dan hati-hati oleh pembaca dan penulis novel Jepang. Ogai yang kurang setuju terhadap prinsip gaya penulisan naturalisme kemudian membuat banyak esai yang mengkritik Emile Zola dan banyak tokoh naturalisme lainnya. Kritik yang dikemukakan Ogai dalam esai tersebut adalah bahwa pengarang novel harus melampaui unsur sifat alami dan memasukkan unsur yang imajinatif ke dalam karyanya. Lebih jauh lagi ia menekankan bahwa unsur imajinatif tersebut sebaiknya mengekpresikan ide dan tidak hanya sekedar kenyataan objektif belaka. (Helen M. Hopper, 386) Sementara itu, Ogai merasa karya bertema naturalisme di Jepang terasa tidak bernilai dari segi isi ceritanya karena tidak lebih dari sekedar imitasi gaya penulisan naturalisme Eropa. Hal ini membuat Ogai menulis Vita Sexualis dalam gaya naturalisme untuk memberikan penegasan terhadap esai yang dibuat sebelumnya. Selain itu Ogai ingin membuat satir terhadap karya naturalisme palsu yang dibuat beberapa pengarang Jepang sebelumnya. Ogai sangat mengetahui pentingnya gerakan naturalisme, dan banyaknya tokoh-tokoh Naturalisme di Eropa. Hal inilah yang membuat Ogai menegaskan bahwa karya tokoh-tokoh naturalisme dari Eropa harus tersedia di Jepang dalam bahasa aslinya maupun terjemahan Jepangnya. (Helen M. Hopper, 386) Dibandingkan dengan karya naturalisme yang populer di Jepang pada masa dimana Vita Sexualis diterbitkan, maka Vita Sexualis akan terlihat menjemukan. Dalam Vita Sexualis, disinggung mengenai berbagai macam pengalaman tokoh utama yang berkisar seputar seks. Akan tetapi, semua hal itu sebenarnya lebih banyak terjadi pada teman tokoh utama, dan tidak satupun dideskripsikan secara detil. Bahkan, Seksualitas laki-laki..., Galih Rakhmadi, FIB UI, 2010 Universitas Indonesia 24 Kanai, sang tokoh utama, diceritakan masih perjaka sampai umur 20 tahun. Satusatunya kesempatan dimana Kanai mengalami pengalaman seksual yang sebenarnya bersama seorang wanita adalah di sebuah rumah pelacuran. Kesempatan itu pun terjadi karena sebuah ketidaksengajaan. Kanai tidak mampu menolak ajakan temannya untuk datang ke tempat itu, dan kejadian di rumah pelacuran itu pun tidak dapat ia tolak, dan dideskripsikan bahwa ia tidak bisa menolak hal tersebut sematamata karena ia tidak ingin kehilangan hasrat seksualnya. Cara Ogai untuk membuat satir terhadap karya naturalisme pengarang Jepang yang telah ada sebelumnya adalah dengan membuat cerita yang berkaitan dengan hal seksual namun tidak mendeskripsikannya secara eksplisit, tetapi mendeskripsikan hal lain yang mungkin tidak menyinggung seks sama sekali, seperti ciri fisik tubuh atau perasaan seperti ketika seseorang melakukan masturbasi dan hubungan seks sehingga membuat pembaca mengimajinasikan hal tersebut. Hal ini terjadi sepanjang novel dari awal hingga akhir. Dengan demikian, Vita Sexualis menjadi karya yang sangat kreatif yang mampu membuat pembaca mengimajinasikan cerita yang dimaksud Ogai secara aktif. Cara Ogai menggambarkan cerita di dalam Vita Sexualis dapat kita andaikan sebagai berikut. Kanai diceritakan tinggal di sebuah desa, rumahnya seperti rumah samurai umumnya, dikelilingi dinding bata, kemudian di tengah-tengah tanah tersebut terdapat rumahnya. Di rumah tersebut ada ibunya yang sedang mengajari Kanai cara menulis menggunakan kuas dan tinta, sembari ibunya menenun kain. Kemudian, cerita berlanjut mengenai Kanai yang pergi keluar rumahnya untuk bermain, melewati gerbang rumahnya dan menuju jalan raya setelah menyusuri dinding yang mengelilingi rumahnya. Potongan cerita di atas menganalogikan dengan awal kehidupan seseorang, yakni kelahiran seorang anak. Di setiap tempat di dunia ini, setiap waktunya, pasti ada seorang ibu yang akan melahirkan, berarti ada satu nyawa lagi yang lahir ke dunia. Sang anak yang sudah mengarungi nyamannya berada di dalam rahim ibu yang hangat akhirnya harus keluar dan melihat dunia dengan matanya sendiri. Pada peristiwa ini, yakni kelahiran, hanya terdapat hubungan antara ibu dengan anak secara langsung, sama sekali tidak ada tempat untuk sang bapak berada di antara ibu Seksualitas laki-laki..., Galih Rakhmadi, FIB UI, 2010 Universitas Indonesia 25 dan anak. Semua orang pasti mengingat momen ini di alam bawah sadarnya, dan memiliki keinginan untuk kembali ke situasi seperti itu. Sang ibu adalah orang yang pertama kali langsung dekat dengan sang anak, dan sang anak kemudian mengenali ibu sebagai perempuan pertama yang dikenalnya. Freud pun mengemukakan fakta bahwa setiap orang pasti memiliki rasa cintanya yang pertama kali pasti kepada ibu disebabkan hal ini. Kanai yang kemudian menuju ke tanah kosong di sebelah barat rumahnya. Ia tidak bisa menemukan pohon willow atau sakura karena rumahnya adalah rumah yang disediakan pemerintah untuk keluarganya. Hanya ada beberapa bunga camelia di belakang rumahnya, dan rumput-rumput semanggi. Bunga camelia, yang berwarna merah, adalah pertanda seksualitas untuk perempuan. Sementara itu, bunga sakura juga bermakna seperti bunga camelia, dan pohon willow menandakan kekeringan. Pengandaian ini dapat diartikan sejak awal Kanai tidak dapat mengekspresikan seksualitasnya. Kemudian Kanai mencoba mengumpulkan bunga-bunga semanggi. Tapi kemudian ia teringat seorang anak di komplek rumah tersebut yang mengatakan bahwa seorang anak laki-laki yang mengumpulkan bunga adalah kebiasaan yang aneh. Maka, Kanai langsung membuang bunga-bunga yang tadi ia kumpulkan. Hal ini juga dapat merujuk bahwa seseorang, dalam pencarian seksualitasnya akan selalu mendapatkannya dari orang lain, selalu mencontoh dari orang lain, baik yang ada di lingkungan dekatnya atau pengalaman yang ditemui di tempat lain. Ogai mencoba menyampaikan hal ini secara terselubung di awal Vita Sexualis. (Nakai Yoshiyuki, 231-232) Kemudian, Kanai bermain ke rumah tetangganya. Tetangganya adalah seorang tante yang hanya tinggal sendirian. Ketika Kanai masuk ke rumah tante tetangganya itu, Kanai melihat si tante bersama seorang wanita yang belum pernah ia lihat, sedang membaca buku. Kemudian si tante bertanya kepada Kanai mengenai isi buku tersebut, yakni gambar-gambar erotik. Kanai yang belum mengerti tentang seks tentu saja tidak bisa menjawab sehingga merasa dipermainkan oleh si tante dan wanita itu karena mereka tertawa mendengar jawaban Kanai. Seksualitas laki-laki..., Galih Rakhmadi, FIB UI, 2010 Universitas Indonesia 26 Kanai yang langsung pulang karena merasa sedang dipermainkan si tante dan wanita itu, ternyata tidak berani menceritakan kejadian tersebut kepada ibunya. Bila kita kaitkan dengan teori bahwa seseorang pasti mencintai ibunya bahkan sejak ia lahir, maka kita akan mendapatkan bahwa ketakutan Kanai untuk menceritakan hal tersebut karena ia sedang mencoba menahan rasa cintanya kepada ibunya, dan mencoba mengalihkan perasaan tersebut. Walaupun demikian, perasaan cinta inses tersebut akan tetap ada secara tidak sadar pada diri seseorang. Sepanjang Vita Sexualis, ada beberapa kali bagian yang menceritakan tentang bunga merah seperti yang dimaksud pada bagian awal, yakni sakura dan camelia. Sementara itu, pada pertengahan Vita Sexualis, tidak terlalu banyak cerita mengenai Kanai dengan ibunya, akan tetapi pengalaman Kanai mengenai hal yang berhubungan dengan seks. Ini mengandaikan seseorang yang kemudian beranjak dewasa akan mengalihkan perhatian cintanya dari ibunya secara perlahan-lahan, akan tetapi sebenarnya tidak luntur sama sekali. Dalam bagian “Ketika aku berumur 20 tahun” Kanai didorong oleh ibunya supaya menikah, kemudian setelah ia sempat berargumen dengan ibunya, akhirnya ia pergi ke rumah seorang kenalan ibunya untuk mengikuti miai. Hasilnya, Kanai mengatakan kepada ibunya bahaw gadis yang ia temui adalah gadis yang baik, dan kelihatannya ia seperti tipe gadis yang akan membawa belati dibalik kimononya dalam keadaan apapun. Ibunya menyukai deskripsi Kanai, akan tetapi Kanai tidak melanjutkan tindakan apapun dari miai ini, dan belum menikah sampai ia mendapatkan kesempatan pergi ke Jerman untuk belajar. Di tahun yang sama, setelah Kanai lulus dari sekolahnya, ia menulis di sebuah surat kabar, dan sebagai imbalan dan rasa terimakasih dari sang jurnalis yang meminta Kanai menulis di surat kabar tersebut, Kanai diajak ke sebuah rumah pelacuran. Kanai yang tidak tahu ternyata dibawa ke sebuah rumah pelacuran, tidak bisa menolak dan terpaksa “tidur” dengan seorang geisha. Sebenarnya Kanai ingin melawan, akan tetapi geisha yang melayani Kanai sangat terampil, sang banshin, asisten geisha tersebut benar-benar membuat Kanai tak berdaya. Kemudian, setelah Kanai pulang, ia dibukakan pintu oleh ibunya. Ibunya tidak mengatakan apa-apa, tapi Kanai hanya mengatakan “Selamat malam,” Seksualitas laki-laki..., Galih Rakhmadi, FIB UI, 2010 Universitas Indonesia 27 kemudian masuk ke kamarnya. Di sini kita dapat mengaitkan hasrat seksual dengan cinta seseorang terhadap ibunya. Kanai yang tentunya mencintai sang ibu tetap mencoba mengatakan sesuatu terhadap ibunya, walaupun ibunya tidak bisa berkata apa-apa dan kuatir terhadap Kanai. Kanai yang sejak kecil sudah mengetahui bahwa ia mencintai ibunya, sama sekali tidak berani untuk mengetahui apa yang ada pada wanita lain, terutama bila dikaitkan dengan seks. Ia tidak berani untuk mendekati wanita lain sehingga akhirnya ia pada kejadian ini tidak mengerti kenapa ia menyerah kepada geisha tersebut. Kanai kemudian menyebutkan, bahwa hal itu terjadi karena ia tidak ingin kehilangan hasrat seksualnya, dengan demikian ia dapat merasa nyaman untuk dekat dengan wanita lain selain ibunya. Hal ini sulit untuk diandaikan dengan kehidupan nyata seseorang, akan tetapi pendeskripsian tentang pengalaman Kanai menggambarkan bahwa ada jalan keluar untuk mengalihkan perasaan cinta yang mungkin berlebihan terhadap ibu. Seksualitas laki-laki..., Galih Rakhmadi, FIB UI, 2010 Universitas Indonesia BAB 3 SEKSUALITAS LAKI-LAKI DALAM NOVEL “VITA SEXUALIS” KARYA MORI OGAI 3.1 Seksualitas Laki-laki Seksualitas adalah bagaimana seseorang mengalami hal yang erotik dan mengekspresikan perasaan mereka sebagai makhluk seksual. Umumnya didorong oleh hasrat seksual, seksualitas memiliki aspek biologis, fisik, dan emosional. Secara sosiologi, seksualitas dapat mencakup aspek politik, budaya, dan hukum. (Rathus, Spencer A., Jeffrey S. Nevid, dan Lois Fichner-Rathus, 5) Seksualitas laki-laki adalah sikap, ekspresi yang ditunjukkan oleh seorang laki-laki dalam segala hal yang berkaitan dengan seks. Dalam bingkai kehidupan yang ditunjukkan oleh seorang laki-laki, seksualitas adalah segala hal yang dilakukan olehnya yang berkaitan dengan seks seperti orientasi seks, perilaku seksualnya, dalam bidang dan aspek religius, psikologis, fisiologis, bahkan aspek sosial, politik, dan budaya dari seks.(Rictor Norton, para. 4) Seksualitas laki-laki yang diterapkan dalam budaya ketimuran ternyata berbeda dengan seksualitas laki-laki yang didefinisikan dalam budaya Barat. Satu hal yang dapat dibedakan adalah membedakan orientasi seksual dari kedua seksualitas di atas. Dalam budaya Barat, para esensialis membedakan orientasi seks laki-laki menjadi homoseksual, heteroseksual, atau biseksual. Mereka mengklaim bahwa konsep orientasi seks laki-laki adalah sama di setiap kebudayaan, di setiap masa dan tempat, akan tetapi para penganut konstruksi sosial beranggapan bahwa ada perbedaan antara laki-laki yang aktif dan pasif. Dalam budaya Yunani kuno seperti di Romawi, seseorang yang melakukan penetrasi 13 akan dianggap lebih maskulin ketimbang pasangannya yang dipenetrasi. Sementara di dalam budaya ketimuran, 13 Penetrasi secara harafiah memasukkan dengan paksa, sesuatu barang ke dalam suatu tempat/wadah yang asing. Istilah penetrasi juga digunakan dalam hubungan seks. Seksualitas laki-laki..., Galih Rakhmadi, FIB UI, 2010 28 Universitas Indonesia 29 justru ada anggapan bahwa sikap aktif dan pasiflah yang lebih menentukan apakah seseorang termasuk ke dalam gender ketiga atau tidak. (Rictor Norton, para. 1-5) Beberapa negara di Asia ternyata membagi masyarakatnya menjadi tiga bagian yaitu laki-laki, perempuan, dan gender ketiga. (Barbara Andaya, 27-46) Dalam masyarakat tersebut terdapat “ruang laki-laki” (men’s spaces) dimana pengaruhnya sangat kuat sehingga dapat terpisah dari masyarakat dan melindungi masyarakat dari proses heteroseksualisasi serta membuat terjadinya homoseksualitas. “Ruang laki-laki” tersebut dianggap penting karena dapat menentukan kejantanan seorang laki-laki dan cocok untuk menjalin hubungan di antara laki-laki, bahkan hubungan seksual. Keterbukaan di dalam hubungan seksual ini juga dipengaruhi penerimaan masyarakat. Bila suatu masyarakat tidak terbuka dengan hal ini, maka hubungan seksual di antara laki-laki ini akan terjadi secara tersembunyi sampai tingkat tertentu.(Sarah Milledge Nelson, 159) Dalam masyarakat tersebut, seorang laki-laki yang menyukai laki-laki lain dianggap hal yang biasa, dan tidak menjadi suatu masalah. Lebih jauh lagi,secara tidak langsung tercipta gender ketiga, dimana hal tersebut didefinisikan sebagai seseorang yang merasa dirinya laki-laki atau perempuan secara bersamaan. Hal ini berarti bahwa di masyarakat tersebut, gender seseorang tidak ditentukan dari jenis kelaminnya saja, melainkan dari apa yang mereka rasakan dari dalam diri mereka sendiri. Seorang laki-laki bisa saja merasa dirinya feminin dan bersifat bahkan berlaku seperti perempuan, dan sebaliknya untuk perempuan juga berlaku hal yang sama. Akan tetapi, hal ini kemudian tidak membuat semua orang yang termasuk ke dalam gender ketiga sebagai gay. Menurut Rictor Norton, dalam dunia ketimuran, seseorang yang termasuk ke dalam gay adalah orang yang mengambil peranan pasif dalam berpasangan sehingga, dalam hubungan sesama jenis, maka gay adalah setiap laki-laki dan atau perempuan yang mengambil peranan pasif dalam hubungan antara mereka sementara tidak berlaku sebaliknya. (Rictor Norton, para. 5-7) Seksualitas laki-laki..., Galih Rakhmadi, FIB UI, 2010 Universitas Indonesia 30 3.2 Analisis Tahapan psikoseksual Kanai 3.2.1 Tahapan Infantil Kanai Sesuai dengan teori psikoseksual yang dikemukakan oleh Sigmund Freud, tahapan psikoseksual seorang manusia dibagi menjadi tiga tahapan utama yaitu tahap infantil, tahap laten, dan tahap genital. Sementara itu, di dalam tahap infantil terbagi menjadi tiga subtahap dikarenakan perbedaannya yang cukup penting. Akan tetapi, dalam tulisan ini, tahap infantil tidak dapat dijelaskan sampai ke detil subtahap karena tidak diceritakan dalam Vita Sexualis sampai sedetil itu. Tahap infantil terdiri dari subtahap oral, anal, dan phalik. Dalam Vita Sexualis, kita bisa melihat mulai dari subtahap phalik. Tahap phalik, dimana anak mulai bisa merasakan kepuasan dari memainkan alat kelaminnya, mengenal masturbasi serta mulai merasakan adanya kompleks Oedipus secara tidak sadar. Istilah komplek Oedipus dikenakan pada laki-laki, sementara untuk perempuan dikenakan istilah kompleks Elektra. Pada kompleks Oedipus, sang anak laki-laki akhirnya akan menyadari rasa cintanya terhadap ibunya seiring perkembangan psikoseksualnya menuju tahap phalik. Akan tetapi, ia langsung menemukan sebuah halangan, yaitu ayahnya. Ia kemudian merasa iri terhadap ayahnya. Kemudian, begitu ia menyadari bahwa ibunya tidak memiliki penis, sang anak menjadi takut karena menduga bahwa penisnya akan dihilangkan oleh ayahnya. Dari sini, ia kemudian akan kehilangan hasrat terhadap ibunya, namun ia menyadari bahwa karena ibunya telah memiliki ayahnya, sang anak akan mencoba mengidentifikasi dirinya menjadi seperti ayahnya, dan akan mendapatkan peran seksual yang sesuai dengan dirinya. Diceritakan ketika Kanai masih berumur enam tahun, ia berkunjung ke rumah tante tetangganya, dengan maksud untuk bermain. Di rumah tetangganya itulah ia melihat sang tante sedang membaca buku bergambar bersama seorang wanita yang tidak dikenalinya. Di sinilah terjadi peristiwa yang cukup membingungkan untuk Kanai yang masih muda. Seksualitas laki-laki..., Galih Rakhmadi, FIB UI, 2010 Universitas Indonesia 31 六つの時であった。 あ 草履 を 脱ぎ散らして、障子をがらりと開 けて飛び込んで見ると、 おばさんはどこかの知らない娘と一しょに本を開けて見ていた。 い 娘は赤いものずくめの着物で、髪を島田に結っ ている。僕は子 供ながら、この娘は町の方のものだと思った。おばさんも娘も、 ひどく驚いたように顔を上げて僕を見た。二人の顔は真赤で あたりまえ あった。僕は子供な がら、二人の様子が当前でないのが 分って、 異様に感じた。見れば開けてある本には、綺麗に彩色がしてあ る。 「おば様。そりゃあ何の絵本かのう」 い 僕はつかつかと側へ往っ た。娘は本を伏せて、おばさんの顔を 見て笑った。表紙にも彩色がしてあって、見れば女の大きい顔 が書いてあった。 おばさんは娘の伏せた本を引っ たくって開けて、僕の前に出し て、絵の中の何物かを指ざして、こう云った。 「しずさあ。あんたはこれを何と思いんさるかの」 娘は一層声 を高くして笑った。僕は覗いて見たが、人物の姿勢 が非常に複雑になっているので、どうもよく分らなかった。 「足じゃろうがの」 おばさん も娘も一しょに大声で笑った。足ではなかったと見え ひ ど る。僕は非道く 侮辱せられたような心持がした。 「おば様。又来ます」 僕はおばさんの待てというのを聴かずに、走って戸口を出た。 僕は二人の 見ていた絵の何物なるかを判断する智識を有せな かった。しかし二人の言語挙動を非道く異様に、しかも不愉快 な ぜ に感じた。そして何故か知らないが、この出来事 をお母様に問 はばか うことを 憚 った。(Ogai Zenshuu, Mori Ogai, hlm. 92-94) Ketika Aku berumur enam tahun Aku melepas sendal kayuku, dan ketika kubuka pintu geser dengan kasar, aku melihat si tante sedang membaca buku bersama seorang wanita yang tak kukenali. Wanita itu memakai kimono yang berwarna merah, dan memakai gaya rambut shimada. Meskipun aku masih kecil, aku merasakan bahwa wanita ini datang dari kota. Mereka sama-sama melihatku dengan ekspresi wajah yang terkejut. Wajah mereka terlihat memerah. Meskipun aku masih kecil, aku merasa ada yang aneh dan mereka berdua bersikap tidak wajar. Ketika aku mencoba membaca Seksualitas laki-laki..., Galih Rakhmadi, FIB UI, 2010 Universitas Indonesia 32 buku yang mereka buka, Aku menyadari kalau buku itu dicetak warna dengan indah. “Tante, itu buku bergambar tentang apa?” Aku berjalan mantap ke samping mereka. Wanita itu membalikkan bukunya kebawah dan tertawa melihat wajah si tante. Sampul bukunya dicetak dengan warna yang indah, dan kalau kulihat ada gambar wajah yang besar dari seorang wanita. Si tante mengambil buku yang terbalik tersebut, membukanya, lalu menunjukkannya di depanku sambil menunjuk sesuatu di dalam gambar tersebut sambil berkata padaku. “Shizu, menurutmu ini apa?” kata sang tante. Suara tawa sang wanita menjadi lebih keras. Aku melihat ke halaman itu, tapi postur orang-orang di gambar tersebut tidak biasa dan rumit sehingga aku tidak mengerti. “Ini kaki, kan?” Baik si tante dan wanita tersebut tertawa terbahak-bahak bersama-sama. Aku menyadari itu tidak mungkin terlihat seperti sebuah kaki. Aku merasa bahwa mereka sedang mempermainkan diriku. “Sampai jumpa, tante!” Tanpa mendengarkan si tante yang ingin menahanku pergi, Aku lari ke pintu. Aku sama sekali tidak memiliki pengetahuan mengenai gambar sesuatu yang mereka perlihatkan padaku.Tapi aku merasa bahwa katakata dan tindakan mereka aneh bahkan tidak bisa dibenarkan. Aku tidak tahu kenapa, tapi aku takut untuk memberitahu ibuku tentang kejadian ini. Kanai yang bermaksud untuk bermain dengan tante tetangganya tersebut, ternyata malah diperlihatkan buku bergambar yang sama sekali tidak ia mengerti. Tentu saja, Kanai belum mengerti sama sekali mengenai gambar yang diperlihatkan oleh tante tetangganya, apalagi ketika si tante dan wanita tersebut tertawa terbahakbahak sewaktu Kanai sedang kebingungan menebak gambar tersebut. Peristiwa ini menggambarkan kondisi masyarakat Jepang pada saat itu, dimana terdapat buku-buku bergambar erotik yang beredar luas di masyarakat. Selain itu, peristiwa ini menceritakan perkenalan Kanai kepada seksualitas. Kanai belum mengerti apapun tentang seks, tapi ia merasa bahwa tindak-tanduk dan gerak-gerik si tante dan wanita yang tidak dikenal Kanai itu sangatlah aneh. Walaupun demikian, Kanai ternyata tidak berani memberitahu ibunya tentang kejadian ini. Peristiwa ini juga memicu Kanai untuk mencari tahu tentang hal ini lebih lanjut. Sesuai dengan teori psikoseksual Freud yang sudah dijelaskan penulis pada Seksualitas laki-laki..., Galih Rakhmadi, FIB UI, 2010 Universitas Indonesia 33 bab pendahuluan, pada umur enam dan tujuh tahun adalah tahap infantil-anal dan phalik, dimana sang anak sudah mulai bereksplorasi dengan anal dan alat kelaminnya. Selain bereksplorasi terhadap dirinya sendiri, sang anak juga menjadi lebih peka dan lebih perhatian kepada lingkungan sekitarnya terutama karena sang anak ingin mengetahui bagaimana mengaplikasikan penemuan terbarunya pada lingkungan sekitarnya. Dalam bagian ini kita tidak dapat mengetahui apakah Kanai mengalami kompleks Oedipus atau tidak. Akan tetapi, dijelaskan bahwa Kanai tidak berani memberitahu ibunya mengenai pengalamannya di rumah tetangganya tersebut. Kita dapat menduga bahwa Kanai tidak ingin menceritakan pengalamannya ini karena rasa cintanya terhadap ibunya. 七つになった。 ぼうさま とっ か よる 「坊様。あんたあお父 さまとおっ母さ まと夜何をするか知って ね ぼ う おりんさるかあ。あんたあ寐坊 じゃ けえ知りんさるまあ。あは はは」 じいさんの笑う顔は実に恐ろしい顔である。子供も一しょになっ て、顔をくしゃくしゃにして笑うのである。 道々じいさんの云った事を考えた。男と女とが夫婦になっていれ あいだ ば、その 間 に子供が出来るということは知っている。しかしど うして出来るか分らない。じいさ んの言った事はその辺に関し ているらしい。その辺になんだか秘密が伏在しているらしいと、 こんな風に考えた。 … よる さ 秘密が知りたいと思っても、じいさ んの言うように、夜 目を醒 ましていて、お父 様やお母様を監視せようなどとは思わない。 じいさんがそんな事を言ったのは、子供の心にも、profanation で せつとく み す ある、褻涜 であるというように感ず る。お社の御簾 の中へ土足 で踏み込めとい われたと同じように感ずる。そしてそんな事を 言 っ た じ い さ ん が 非 道 く 憎 い の で あ る 。 こんな考はその後木戸を通る度に起った。しかし子供の意識は いとま 断えず応接に 遑 あらざる程の新事実に襲 われているのであるか ら、長く続けてそんな事を考えていることは出来ない。内に帰っ Seksualitas laki-laki..., Galih Rakhmadi, FIB UI, 2010 Universitas Indonesia 34 ている時なんぞは、大抵そんな事は忘れているのであった。 (Ogai Zenshuu, Mori Ogai, hlm. 94-95) Ketika Aku berumur tujuh tahun “Nak, apa kau tahu apa yang ibu dan ayahmu lakukan di malam hari? Kukira tidak karena kau anak yang sangat pengantuk! Ahahaha!” Wajah tertawa si kakek terlihat benar-benar seram. Si anak juga tertawa, wajahnya terlihat mengerut karena tertawa. … Sepanjang perjalanan pulang, aku memikirkan kata-kata si kakek. Aku tahu bahwa ketika seorang laki-laki dan perempuan menikah, mereka bisa mendapatkan anak. Tapi aku tidak mengerti bagaimana caranya mereka bisa mendapatkan anak. Kata-kata si kakek kelihatannya ada hubungannya dengan hal itu. Aku berpikir apakah ada rahasia yang tersimpan di dalamnya. Meskipun aku ingin tahu apa rahasianya, kupikir aku tidak ingin bangun di malam hari seperti kata-kata si kakek, kemudian bangun dan mengawasi ibu dan ayahku. Bahkan untuk anak kecil sepertiku, kata-kata si kakek merupakan sebuah profanasi 14 . Itu sama saja seperti aku yang disuruh untuk mengenakan sandal kayuku melewati tirai bambu di kuil. Aku membenci kakek itu karena katakatanya. Pikiran-pikiran ini menghantuiku setiap kali aku melewati gerbang. Tapi, karena seorang anak laki-laki selalu ingin menerima dan mencari fakta serta situasi baru, aku tidak bisa terus berpikir tentang hal itu terlalu lama. Biasanya setelah aku tiba di rumah, aku sudah lupa. Keingintahuan Kanai kecil semakin menjadi-jadi dengan kejadian ini. Terutama karena kata-kata yang dilontarkan si kakek kepada Kanai. Selain itu, si anak yang juga ikut tertawa bersama si kakek semakin membuat Kanai berpikir tentang hal itu sepanjang perjalanannya pulang. Walaupun diceritakan bahwa ketika ia sudah lupa tentang hal itu ketika ia sudah tiba di rumah. Dua kejadian di atas, adalah kejadian yang penting karena kejadian tersebut menyangkut perkenalan Kanai dengan hal-hal yang berhubungan dengan seks. Ia menjadi ingin tahu tentang hal tersebut. Rasa keingintahuan itu timbul karena ketidaktahuan Kanai tentang bagaimana sebuah pasangan suami-istri dapat memperoleh anak. Pendidikan seks, pada umumnya adalah suatu hal yang dipelajari sedikitnya dari pengalaman, seperti yang diceritakan dalam novel ini melalui cerita di 14 Tindakan mengejek, meremehkan, dan merendahkan suatu hal. Dalam arti sempit berarti mengumpat kepada atau dengan nama Tuhan Seksualitas laki-laki..., Galih Rakhmadi, FIB UI, 2010 Universitas Indonesia 35 atas. Sedangkan berdasarkan teori psikoseksual yang dikemukakan oleh Freud, umur tujuh tahun adalah tahap infantil phalik yang berarti si anak mulai mengerti dan ingin mencari tahu apa yang mampu dilakukannya dengan alat kelaminnya sehingga cerita di atas menjadi sesuai dengan teori psikoseksual Freud. Walaupun demikian, jika dikaitkan dengan teori perkembangan psikoseksual Freud, dalam potongan cerita di atas kita tidak dapat melihat apakah Kanai telah melewati tahap infantilnya dengan sukses dan tidak meninggalkan fiksasi sama sekali. 3.2.2 Tahapan Laten Kanai Tahapan laten adalah tahapan pokok kedua dalam teori psikoseksual Freud. Dalam tahapan ini, semua dorongan yang muncul pada masa infantil menjadi seakanakan tertahan, menunggu datangnya masa genital dimana secara fisik alat kelamin seorang manusia sudah lebih matang dan secara psikologis juga sudah lebih berkembang. Tahapan laten berlangsung dari tahapan infantil yang terakhir yaitu dari tahap phalik, sekitar umur lima sampai tujuh tahun, kemudian berkembang terus menuju umur pubertas, yaitu sekitar umur 12 sampai 15 tahun. Dalam Vita Sexualis, kita akan melihat bagaimana Kanai melewati masa remajanya sebelum pubertas. Suatu ketika Kanai menemukan sebuah buku bergambar di dalam baju perisai milik ayahnya yang disimpan di dalam gudang. Buku bergambar yang ditemukannya itu adalah buku bergambar yang sejenis dengan yang dilihatnya di rumah tetangganya dulu ketika berumur enam tahun. Setelah kejadian itu, ia kemudian bermain dengan tetangganya, dan menjadikan tetangganya itu semacam eksperimen atas rasa penasarannya. とお 十になった。 勝は暫く困ったらしい顔をしていたが、無邪気な素直な子であっ たので、とうとう尻を って飛んだ。僕は目を円くして覗いてい あし つづ たが、白い脚が 二本白い腹に続 いていて、なんにも無かった。 また あいだ 僕は大いに失望した。Operaglass で ballet を踊る女の股の 間 を覗 う すもの いて、 羅 に織り込んである金糸の光るのを見て、失望する紳士 Seksualitas laki-laki..., Galih Rakhmadi, FIB UI, 2010 Universitas Indonesia 36 の事を思えば、罪のない話である。(Ogai Zenshuu, Mori Ogai, hlm. 99-100) Ketika aku berumur sepuluh tahun Untuk beberapa saat Katsu membuat wajah seakan-akan ia ragu, tapi karena ia gadis yang masih polos, ia akhirnya ikut melompat. Dengan membelalakkan mata, aku melihat dengan seksama, tapi aku hanya dapat menemukan dua kaki putih yang menyambung dengan abdomen15 warna putih, tidak ada apa-apa. Aku merasa sangat kecewa. Kalau dipikir-pikir, ceritanya bapak-bapak yang menonton ballet dengan operaglass merasa kecewa karena hanya melihat benang-benang emas terjahit rapi ketika mereka mencoba mengintip bagian di antara paha para penari balet. Di sini dapat terlihat bahwa sebenarnya rasa penasaran Kanai sedikit terpenuhi. Akan tetapi, Kanai kecewa dengan apa yang dilihatnya dan terheran-heran akan apa yang dilihatnya. Ia tidak mengerti bahwa apakah memang hal yang dilihatnya itu sama dengan yang dilihat dengan bapak-bapak yang menonton opera. Apabila memang sama, tentunya bapak-bapak itu akan merasa kecewa juga, seperti halnya Kanai. Menurut penulis, apa yang dialami Kanai ketika melihat Katsu melompati beranda adalah awal mula Kanai melewati masa laten psikoseksualnya. Di masa ini, Kanai telah memasuki tahapan laten psikoseksual. Apa yang ditulis Ogai di sini tentunya adalah hal yang penting. Peristiwa ini akan mempengaruhi Kanai mengenai pandangannya tentang hal yang berkaitan dengan seks dan erotik. その歳の秋であった。 僕は踊を見ているうちに、覆面の連中の話をするのがふいと耳に し 入った。識り あいの男二人と見える。 あ た ご 「あんたあゆうべ愛宕の 山へ行きんさったろうがの」 「を言いんさんな」 「い いや。何でも行きんさったちゅう事じゃ」 こういうような問答をしていると、今一人の男が側から口を出し た。 15 Abdomen adalah bagian tubuh didaerah perut bagian bawah, sebelum pinggul yang merupakan tempat pertemuan bagian panggul dan pinggang. Seksualitas laki-laki..., Galih Rakhmadi, FIB UI, 2010 Universitas Indonesia 37 「あそこにゃあ、朝行って見 ると、いろいろな物が落ちておる げな」 きたな さわ 跡は笑声になった。僕は 穢 い 物に障ったような心持がして、踊 や を見るの を止めて、内へ帰った。(Ogai Zenshuu, Mori Ogai, hlm. 101-102) Musim semi di tahun itu Ketika aku sedang melihat tarian, aku tanpa sengaja mendengar penari bertopeng yang sedang berbicara dengan penari lainnya. Kelihatannya dua orang ini saling kenal. “Tadi malam kau pergi ke Atagoyama, kan?” “Kata siapa aku kesana?” “Oh nggak? Ada yang bilang kau pergi.” Sementara mereka berdebat, ada orang yang di sebelah mereka memotong pembicaraan: “Kalau kau pergi kesana pagi-pagi sekali, kau bisa menemukan banyak benda yang mereka tinggalkan.” Setelah itu suara tawa terdengar. Karena aku merasa telah bersinggungan dengan sesuatu yang kotor, aku berhenti menonton tarian dan kembali pulang ke rumah. Sebagai salah satu ciri khas tahap laten adalah dorongan seksual yang seakan terbelenggu dan tertahan sampai waktu pubertas seseorang. Efek sampingnya adalah, seseorang menganggap seks adalah hal yang tabu bahkan kotor sehingga tidak ingin mendengar, mengetahui sesuatu tentang seks. Kanai ternyata merasa tidak nyaman mendengar hal yang berkaitan dengan seks disekitarnya. Pada saat Ia sedang melihat tarian obon, ia tidak sengaja mendengar penari yang saling berbicara dan membicarakan tentang sebuah tempat yang kedengarannya adalah sebuah tempat untuk mencari hiburan. Yang dimaksud tempat hiburan itu adalah hiburan seks, sehingga Kanai yang mulai mengerti tentang seks malah merasa jijik dan kotor. Akhirnya ia kembali pulang ke rumah setelah tidak sengaja mendengar hal tersebut. Kemudian, pada umur sebelas tahun, Kanai ikut bersama ayahnya ke kota Tokyo, sedangkan ibunya tetap tinggal di kampung halaman. Di sana ia tinggal di sebuah rumah besar peninggalan tuan tanah yang sebelumnya. Kadang-kadang Kanai pergi ke ruang tunggu para pelayan, dan bertanya tentang beberapa hal kepada Seksualitas laki-laki..., Galih Rakhmadi, FIB UI, 2010 Universitas Indonesia 38 mereka. Suatu ketika ia mendengarkan cerita di antara mereka tentang pengalaman mereka di sebuah daerah pelacuran Yoshiwara. 十一になった。 聞いていても半分は分らない。又半分位分るようであるが、それ がちっとも面白くない。中にはこんな事をいう男がある。 じょうろ 「こんだあ、あんたを連れて 行って上げうかあ。綺麗な女郎 が 可哀 がってくれるぜえ」 そういう時にはみんなが笑う。(Ogai Zenshuu, Mori Ogai, hlm. 103) Ketika aku berumur sebelas tahun Meskipun aku mendengarkan dengan seksama, aku tidak dapat mengerti setengah dari apa yang mereka ucapkan. Apalagi setengah yang aku dengar sama sekali tidak menarik. Suatu ketika salah seorang dari mereka berkata padaku: “Lain kali, ikut sama saya ya? Nanti ada pelacur yang membelai kamu!” Ternyata Kanai belum mengerti juga apa yang dibicarakan oleh pelayanpelayan rumah itu, meskipun ia telah mendengarkan dengan seksama. Bagian ini menceritakan kehidupan Kanai yang baru saja mengenal adanya daerah pelacuran seperti Okuyama dan Yoshiwara. Setelah pengalaman Kanai sebelumnya, ia semakin mengerti dengan hal yang berhubungan dengan seks. Pembicaraan yang dilakukan oleh para pelayan itu adalah mengenai daerah pelacuran seperti Okuyama dan Yoshiwara. Kanai sudah mencoba mendengarkan dengan seksama, tapi ia tidak mengerti setengah pembicaraan mereka, dan ia juga merasa setengah dari isi pembicaraan mereka tidaklah menarik. Hal ini terlihat jelas, bahwa Kanai sama sekali tidak mengeluarkan hasratnya untuk bertanya lebih lanjut tentang hal-hal yang berhubungan dengan seks, terutama tentang tempat pelacuran yang diceritakan pelayan-pelayan di rumah yang ia tinggali di Tokyo. Hal ini karena Kanai merasa bahwa cerita yang didengarnya kurang menarik. Ada kemungkinan bahwa Kanai merasa cerita tersebut kurang menarik karena Kanai tidak suka dengan topik tersebut. Sementara itu, dikesempatan berikutnya, salah seorang pelayan di rumah itu, yang bernama Kuriso, mengajak Kanai berjalan-jalan ke kuil Kannon. Kanai akhirnya Seksualitas laki-laki..., Galih Rakhmadi, FIB UI, 2010 Universitas Indonesia 39 ikut serta. Kuriso ternyata juga membawa Kanai ke daerah pelacuran Tokyo. Di sana ia menyimak pembicaraan Kuriso dengan salah seorang pelacur di rumah bordil. な ぜ 「何故拭くのだ」 「だって失礼ですから」 「榛野でなくっては、拭かないのは飲まして貰えないのだね」 「あら、榛野さんにだってい つでも拭いて上げまさあ」 「そうかね。拭いて上げるかね」 こんな風な会話である。詞が二様の意義を有している。麻は僕が えが その第二の意義に対して、何等の想像をも画き 得るものとは認 めていない。(Ogai Zenshuu, Mori Ogai, hlm. 106-107) “Kenapa kau seka?” “Ya, aku kan tidak ingin bersikap kasar.” “kecuali untuk Hanno, kau menawarkan itu tanpa menyekanya, kan?” “Oh, bahkan untuk Tuan Hanno, aku selalu menyekanya ketika aku tawarkan ke beliau.” “Oh ya? Kau benar-benar selalu menyekanya dan memberikannya?” Mereka berbicara dengan cara seperti ini. Kata-kata mereka memiliki dua arti. Kuriso tidak mengetahui bahwa aku dapat mengerti apa arti kedua dibalik kata-kata mereka. Kanai sudah mencapai umur dimana ia mulai dapat menebak dan mengirangira apa arti kata-kata dan istilah yang dikeluarkan dalam pembicaraan Kuriso dengan gadis pelacur di rumah bordil tersebut. Kanai menceritakan bahwa ada dua makna dalam kata-kata mereka, dan Kanai ternyata sudah bisa mengira apa maksud dari kata-kata yang keluar dari pembicaraan Kuriso dengan si gadis pelacur. Kanai yang sekarang sudah semakin mengerti tentang hal yang berhubungan dengan seks, salah satunya disebabkan ia mendengarkan pembicaraan pelayan-pelayan sewaktu berada di ruangan pelayan. Kemudian, pada suatu hari, pelayan yang lain bernama Ginbayashi mengajak Kanai ke Ginza. Ia diajak ke tempat pementasan hanashika di daerah Kyobashi Kanai benar-benar memperhatikan cerita yang dipentaskan di tempat itu. Meskipun, menurut pengakuannya setelah ditanya oleh Ginbayashi, ia tidak mengerti seluruhnya tetapi hanya sebagian besar saja. Seksualitas laki-laki..., Galih Rakhmadi, FIB UI, 2010 Universitas Indonesia 40 た か が 今までしゃべっていた話家が、起って腰を屈めて、高座の横から 降りてしまうと、入り替って第二の話家が出て来る。「替りあい ば え まして替り栄も致しません」と謙遜する。「殿方のお道楽はお女 郎買でございます」と破題を置く。それから職人がうぶな 男を 連れて吉原へ行くという話をする。これは吉原入門ともいうべき か くとく 講義である。僕は、なる程東京という処は何の知識を攫得するに も便利な土地だ、と感歎して聴いている。僕はこの時「おかんこ を頂戴する」という奇妙な詞を覚 えた。しかしこの詞には、僕 はその後寄席以外では、どこでも遭遇しないから、これは僕の記 憶に無用な負担を賦課した詞の一つである。(Ogai Zenshuu, Mori Ogai, hlm.108-109) Ketika hanashika yang sedang tampil berdiri di atas panggung, membungkuk ke arah penonton, dan turun ke samping panggung, hanashika berikutnya muncul di panggung. Ia berkata dengan rendah hati, “Sekarang giliranku, tapi aku adalah pengganti yang kurang baik.” Kemudian ia masuk ke topiknya: “hobby seorang laki-laki adalah menyewa pelacur”. Kemudian sang hanashika melanjutkan cerita tentang seorang pekerja yang mengajak temannya yang polos ke Yoshiwara. Ceritanya dapat diberi judul “pedoman Yoshiwara” Aku mendengarkan dengan kekaguman, dan berpikir Tokyo adalah daerah yang praktis untuk mendapatkan pengetahuan. Kemudian pada saat ini aku menjadi mengingat istilah yang aneh, “mendapat kemaluan wanita”. Tapi, karena aku tidak pernah lagi mendengar istilah ini ditempat lain, aku merasa kata itu telah membuat beban yang tidak diperlukan dalam ingatanku. Pencerita yang sedang tampil ternyata menceritakan tentang daerah Yoshiwara. Kanai yang ternyata baru pertama kali mengunjungi tempat pementasan hanashika, sangat menikmati cerita yang dipentaskan. Ia mendengarkan dengan begitu seksama sampai pada akhirnya ia mendengar kalimat “mendapatkan kemaluan wanita”. Kanai kemudian mengatakan bahwa kata itu adalah suatu beban yang tidak perlu dalam ingatannya di kemudian hari. Hal ini berarti Kanai belum cukup mengerti bahkan bingung dengan pernyataan hanashika tersebut. Walau demikian, karena Kanai telah mengerti adanya daerah pelacuran, maka ia mampu menghubungkan kata-kata tersebut dalam konteks seks sehingga ia menganggapnya suatu ingatan yang tidak perlu. Seksualitas laki-laki..., Galih Rakhmadi, FIB UI, 2010 Universitas Indonesia 41 Pada bulan Oktober di tahun yang sama, Kanai kemudian masuk sekolah privat(juku) di Ikizaka, Hongo dimana diajarkan bahasa Jerman di sana. Ia kemudian tinggal di rumah Azuma-sensei karena sekolah tersebut cukup jauh bila ia harus pulang pergi setiap hari dari Mukojima. Di rumah ini ia mendengar pembicaraan antara seorang mahasiswa dengan pembantu perempuan di rumah itu. あいだ し げ き 僕は東先生の内にいる 間 、性慾上の刺戟を 受けたことは少しも た ぐ ない。強いて記憶の糸を手繰 っ て見れば、あるときこういう事 があった。僕の机を置いているのは、応接所と台所との間であっ つ た。日が暮れて、まだ下女がランプを点 け て来てくれない。僕 はふいと立って台所に出た。そこでは書生と下女とが話をしてい た。書生はこういうことを下女に説明している。女の器械は何時 でも用に立 つ。心持に関係せずに用に立つ。男の器械は用立つ 時と用立たない時とある。好だと思えば跳躍する。嫌だと思えば い び 萎靡して振わないというのである。下女は耳を真赤にして聴いて い た 。 僕 は 不 愉 快 を 感 じ て 、 自 分 の 部 屋 に 帰 っ た 。 (Ogai Zenshuu, Mori Ogai, hlm. 109-110) Sewaktu aku tinggal di rumah Azuma-sensei, aku tidak pernah tertekan oleh hasrat seksualku. Kalau aku mencoba untuk menelusuri ingataningatan tersebut, aku hanya bisa mengingat satu kejadian. Ruang belajarku terletak di antara kamar tamu dan dapur. Suatu hari sang pembantu perempuan belum datang untuk menyalakan lampuku meskipun di luar rumah telah gelap. Maka aku langsung berdiri dan beranjak menuju dapur. Di sana ada seorang mahasiswa dan seorang pembantu perempuan sedang bercakap-cakap. Sang mahasiswa sedang menjelaskan kepada perempuan kira-kira seperti ini: Organ seorang perempuan selalu bisa digunakan. Ia selalu bisa digunakan tanpa tergantung perasaan hati. Organ seorang laki-laki kadang bisa digunakan kadang tidak. Jika seorang lelaki menyukai sesuatu, organnya mencuat. Jika ia merasa suatu hal yang tidak disukai, organnya memburuk dan tidak bisa mencuat. Sang pembantu perempuan mendengarkan dengan telinga yang merah padam. Aku kembali ke ruanganku karena merasa tidak nyaman. Maksud dari pembicaraan itu tentulah mengenai alat kelamin laki-laki dan perempuan, yang tidak dibicarakan secara vulgar oleh Ogai. Akan tetapi, mendengar Seksualitas laki-laki..., Galih Rakhmadi, FIB UI, 2010 Universitas Indonesia 42 pembicaraan itu, justru Kanai merasa tidak nyaman dan ia segera kembali ke ruangannya. Pada masa tahapan psikoseksual laten ini Kanai ternyata mulai menunjukkan rasa ketidaknyamanannya terhadap hal-hal yang berhubungan dengan seks. Peristiwa di rumah Azuma-sensei adalah contohnya. Jadi, selain dorongan seksual yang tertahan, ternyata dalam diri Kanai juga terdapat gejala penurunan hasrat seksual, bahkan cenderung menolak hasrat seksualnya. Freud menjelaskan gejala psikoseksual pada masa laten dimana seseorang tidak terdorong untuk melakukan hal yang terkait dengan seks sehingga seseorang lebih banyak menghabiskan waktu dengan kegiatan lain seperti berolahraga, atau bermain bersama teman-teman. Akan tetapi, Freud tidak menjelaskan adanya gejala seseorang mengalami penurunan hasrat seksual atau bahkan kehilangan hasrat seksual. Apa yang terjadi pada Kanai di masa laten ini dapat disebut aseksual dimana seseorang tidak merasa terangsang atau tertarik untuk membicarakan hal yang bersifat seks. Sekolah Kanai memiliki asrama tersendiri. Ketika sekolah usai, Kanai pergi ke asrama tersebut untuk melihat-lihat. Di asrama inilah, Kanai mendengar hal mengenai homoseksual. Temannya, Kagenokoji, yang setiap hari datang ke sekolah dengan menunggang kuda, adalah salah seorang yang menjadi objek sasaran homoseksual teman-temannya di asrama. Kanai, ternyata juga diajak untuk melakukan praktik homoseksual tersebut bersama senpainya, ketika suatu hari senpainya mengajaknya. 学校には寄宿舎がある。授業が済んでから、寄って見た。ここで 始て男色ということを聞いた。僕なんぞと同級で、毎日馬に乗っ かげのこうじ て通って来る蔭 小路 という少年が、彼等寄宿生達の及ばぬ恋の 対象物で ある。蔭小路は余り課業は好く出来ない。薄赤い頬っ ふく ぺたがふっくりと膨ら んでいて、可哀らしい少年であった。そ の少年という詞が、男色の受身という意味に用いられているのも、 僕の為めには新智識であった。僕に帰り掛に寄って行 けと云っ た男も、僕を少年視していたのである。 …. Seksualitas laki-laki..., Galih Rakhmadi, FIB UI, 2010 Universitas Indonesia 43 とう とう お父様は或る省の判任官になっておられた。僕はお父様に寄宿舎 の事を話した。定めてお父様はびっくりなさるだろうと思うと、 少しもびっくりなさらない。 「う む。そんな奴がおる。これからは気を附けんと行かん」 な こう云って平気でおられる。そこで僕は、これも嘗め なければ ならない辛酸の一つであったということを悟った。(Ogai Zenshuu, Mori Ogai, hlm. 110-112) Sekolah kami memiliki asrama. Karena kelas sudah selesai, aku berjalan-jalan sebentar di asrama. Pada saat itulah aku pertama kali mendengar tentang otokoiro. Teman sekelasku, Kagenokoji, yang datang setiap hari pulang-pergi ke sekolah menunggang kuda, adalah objek cinta yang tidak tercapai dari para siswa yang tinggal di asrama. Kagenokoji tidak memiliki nilai-nilai yang bagus di sekolah. Ia memiliki pipi kemerahan yang lebar, seperti pelacur shounen. Aku baru mengetahui bahwa arti kata shounen adalah suatu istilah untuk otokoiro. Laki-laki yang mengajakku berjalan-jalan di asrama juga melihatku sebagai seorang shounen. …. Pada waktu itu, ayahku adalah seorang staf resmi di salah satu kementerian. Aku memberitahunya apa yang terjadi di asrama. Kupikir ayah cukup terkejut, tapi ternyata tidak sedikitpun ia terkejut. “Ya. Memang ada oknum-oknum seperti itu. Mulai sekarang berhati-hatilah.” Ayahku amat tenang saat mengucapkan kata-kata tersebut. Maka aku menyadari bahwa ini adalah salah satu kesulitan yang harus kuhadapi dalam hidup. Kanai sama sekali tidak mengerti tentang praktik homoseksual ini, dan karena itu ia tidak mau menuruti ajakan senpainya. Kanai akhirnya bisa lepas dari situasi ini, dan mencoba memberitahukan peristiwa tersebut kepada ayahnya, namun ayahnya bereaksi dingin seakan-akan hal yang baru saja terjadi pada Kanai adalah hal yang wajar. Dengan demikian, Kanai menjadi sadar bahwa hal ini adalah salah satu kesulitan yang harus ia hadapi dalam hidupnya. Di sini, Ogai ingin mengungkapkan kepada pembaca bahwa memang ada praktik homoseksual di Jepang pada masa itu, Lebih jauh lagi, melalui pengalaman Kanai dimasa sekolahnya, Ogai mengungkapkan bahwa praktik homoseksual telah berlangsung di sekolah, berarti hal itu telah berlangsung sejak usia remaja. Seksualitas laki-laki..., Galih Rakhmadi, FIB UI, 2010 Universitas Indonesia 44 Di masa sekolahnya, para siswa terbagi menjadi kelompok kouha dan kelompok nanpa. Kelompok yang kedua merupakan para pria yang pesolek dan memperhatikan gaya berpakaiannya, sedangkan kelompok yang pertama adalah pria yang lebih gagah dalam berpakaian serta lebih santai. Kelompok nanpa suka melihat buku bergambar aneh seperti yang pernah dilihat Kanai sewaktu kecil. Buku ini terdapat di laci di bagian bawah tas mirip ransel yang dibawa penjaga perpustakaan ketika ia sedang berkeliling perpustakaan. 十三になった。 性欲的に観察して見ると、その頃の生徒仲間には軟派と硬派とが お か み あった。軟派は例の可笑 し な画を看 る連中である。その頃の貸 たて お いずる 本屋は本 を竪に高く積み上げて、 笈 のようにして背負って歩い ひ きだし た。その荷の土台になっている処が箱であって抽斗が附いている。 き この抽斗が例の可笑しな画を入れて置く処に極まっていた。中に は貸本屋に借る外に、蔵 書としてそういう絵の本を持っている 人もあった。(Ogai Zenshuu, Mori Ogai, hlm. 113-114) Ketika aku berumur 13 tahun Ketika aku mengamati tentang hal yang bersifat hasrat seksual, maka teman-temanku pada waktu itu terdiri dari kouha dan nanpa. Kelompok nanpa adalah kelompok yang memiliki kebiasaan melihat gambargambar aneh. Pada waktu itu buku-buku di perpustakaan ditumpuk tinggi, di rak buku yang dibawa di tas punggung. Didasar tasnya terdapat laci kotak. Di dalam laci inilah gambar-gambar aneh tersebut disimpan. Selain meminjam buku-buku bergambar tersebut dari perpustakaan, ada beberapa siswa yang memiliki koleksi buku bergambar seperti itu. Bagian ini menceritakan bahwa terdapat pembedaan antara kouha dan nanpa. Sementara Kanai tidak dijelaskan oleh Ogai apakah ia termasuk dari salah satu kelompok tersebut. Kemudian, pada bulan Januari, Kanai masuk asrama dan mendapatkan Yuzuru Waniguchi sebagai teman sekamarnya. Kanai merasa beruntung karena Waniguchi bukanlah termasuk kedalam kelompok kouha. Waniguchi lebih cenderung ke kelompok nanpa. Akan tetapi, Waniguchi bukanlah benar-benar tipe nanpa, karena ia menganggap seorang wanita tak lebih dari debu jalanan, bahkan ia Seksualitas laki-laki..., Galih Rakhmadi, FIB UI, 2010 Universitas Indonesia 45 menganggap remeh hal-hal lain dan tidak takut kepada apapun. Sampai pada suatu saat, ketika Ayah Kanai datang dan memberi nasehat kepada Kanai. とう き き ょ う それからはお父様の事を「来んされえ」と云う。今日あたりは又 も なか 来んされえの来る頃だ。又最中にありつけるだろうなんぞと云う。 人の親を思う情だからって何だからって、いたわってくれるとい つ る うこと はない。「あの来んされえが君のおっかさんと孳尾ん で こしら 君を 拵 えたのだ。あはははは」などと 云う。お国の木戸にいた お爺さんと択ぶことなしである。(Ogai Zenshuu, Mori Ogai, hlm. 116) Setelah itu Waniguchi menyebut orangtuaku sebagai “Datang.” “Mungkin Datangmu akan datang untuk melihatmu hari ini, dan aku akan ditraktir wafer selai kacang lagi!” katanya. Dia tidak pernah mempedulikan perasaan seseorang tentang orangtua atau apapun. “Datangmu kawin dengan ibumu dan membuatmu, Ahahaha!” dia pernah bilang seperti itu. Dia tidak lebih baik daripada si kakek di provinsi kami. Setelah ayah Kanai datang memberi nasehat kepadanya, Waniguchi kemudian memanggil ayah Kanai dengan sebutan “Datang”. Waniguchi memang bukan orang yang mempertimbangkan perasaan seseorang tentang orangtua atau hal apapun. “Datangmu bergabung dengan ibumu dan membuatmu,” kata Waniguchi yang disambungnya dengan tawa. Kanai menganggap lelucon itu tidak lebih baik dari lelucon kakek yang ditemuinya sewaktu kecil. Sekali lagi, di sini Kanai merasa bahwa ia mengalami hal yang sama seperti waktu ia masih kecil dan tinggal di kampung. Ada sebuah kalimat profanasi yang dilontarkan seseorang kepadanya. Akan tetapi, sekarang Kanai telah mengerti apa maksud kalimat tersebut dan ia justru tidak suka terhadap profanasi tersebut. Hal-hal seperti bercanda, atau obrolan sehari-hari bersama Waniguchi, teman sekamar Kanai ketika bergabung ke asrama, cukup mempengaruhi Kanai. Waniguchi bukanlah seorang kouha, tapi juga tidak bisa dibilang nanpa. Ia adalah sosok laki-laki yang ditakuti di sekolah, bahkan oleh gurunya sekalipun, sehingga Kanai juga merasa beruntung berada sekamar dengan Waniguchi. Meskipun demikian, Waniguchi tetap Seksualitas laki-laki..., Galih Rakhmadi, FIB UI, 2010 Universitas Indonesia 46 memperingatkan Kanai supaya berhati-hati kalau Waniguchi sedang pergi. Karena hal ini, Kanai membawa belati dan menyembunyikannya dibalik kimono apapun yang sedang dipakainya. Pelajaran sekolah sama sekali tidak menjadi masalah bagi Kanai. Bahkan, karena ia secara bertahap dapat membaca lebih cepat, ia menyelesaikan membaca semua karya Bakin dan Kyoden16. Kemudian ia mencoba membaca buku lain, seperti yomihon, tetapi menurutnya buku tersebut tidak menarik. Setelah itu, ia mencoba membaca ninjobon, yang menceritakan kisah cinta di dalam masyarakat. 十四になった。 日課は相変らず苦にもならない。暇さえあれば貸本を読む。次第 に早く読めるようになるので、馬琴や京伝のものは殆ど読み尽し た。それからよみ本というものの中で、外の作者のものを読んで 見たが、どうも面白くない。人の借りている人情本を読む。何だ か、男と女との関係が、美しい夢の ように、心に浮ぶ。そして 余り深い印象をも与えないで過ぎ去ってしまう。しかしその印象 を受ける度毎に、その美しい夢のようなものは、容貌の立派な男 う 女の享け る福で、自分なぞには企て及ばないというような気が する。それが僕には苦痛であった。(Ogai Zenshuu, Mori Ogai, hlm. 121) Ketika aku berumur 14 tahun Seperti biasanya, aku tidak mengalami kesulitan dalam pelajaran sekolah sehari-hari. Kalau aku sedang senggang, aku membaca bukubuku yang kupinjam dari perpustakaan. Karena aku makin lama semakin bisa membaca lebih cepat, aku selesaikan membaca semua karya Bakin dan Kyoden. Karena itu aku mencoba membaca karya penulis lainnya, yaitu buku yang disebut yomihon, tapi aku merasa buku-buku itu tidak menarik. Lalu aku membaca buku yang disebut ninjobon yang kupinjam dari temanku yang juga meminjam dari perpustakaan. Hubungan antara laki-laki dan perempuan melayang di anganku seperti dalam mimpi yang indah. Tapi mimpi tersebut lewat begitu saja tanpa meninggalkan kesan mendalam. Tapi, dalam setiap kesan yang kudapatkan, aku merasa bahwa seseorang sepertiku tidak cocok dengan laki-laki dan wanita cantik yang diberi keuntungan penampilan yang mengesankan di sana, bagaikan dalam sebuah mimpi yang indah. Hal itu benar-benar membuatku menderita. 16 Sastrawan terkenal di zaman Edo. Seksualitas laki-laki..., Galih Rakhmadi, FIB UI, 2010 Universitas Indonesia 47 Ninjobon tersebut dirasa Kanai terlalu indah dan ia merasa dirinya tidak cocok dengan hal itu sehingga ia merasa menderita. Entah bagaimana, Kanai merasa bahwa hal-hal yang terlintas di pikirannya ketika membaca ninjobon, atau ketika mendengar cerita temannya, Hanyu, yang bersama murid geisha itu, berbeda dengan Copulationtrieb. 17 Menurutnya, hal ini bukan “seksual” , walau masih bisa dikategorikan ke dalam cinta dan kasih sayang. な ぜ 僕はその頃の事を思って見ると不思議だ。何故かというに、人 情本を見た時 や、埴生がお酌と手を引いて歩いた話をした時浮 ほ う が んだ美しい想像は、無論恋愛の萌芽 で あろうと思うのだが、そ かんれん れがどうも性欲その物と密接に関聯 し ていなかったのだ。性欲 と云っては、この場合には適切でないかも知れない。この恋愛の 萌芽と Copulationstrieb とは、どうも別々になっていたようなので ある。(Ogai Zenshuu, Mori Ogai, hlm. 123) Ketika aku berpikir mengenai waktu itu, aku pikir hal-hal tersebut kelihatan aneh. Entah bagaimana mimpi-mimpi indah yang berkilas di pikiranku ketika aku membaca ninjobon atau ketika aku menceritakan tentang Hanyu dengan murid geisha ketika ia menggandeng tangan geisha tersebut, di antara mereka pastinya terdapat benih cinta, tapi hal itu tidak memiliki hubungan dekat dengan hasrat seksual itu sendiri. Kata “seksual” mungkin tidak tepat untuk situasi seperti ini. Dari berbagai hal tentang cinta dan kasih sayang, entah bagaimana cukup berbeda dari Copulationtrieb. Dari peristiwa itu kemudian Kanai menganalisis terhadap dirinya sendiri, mengapa ia tidak bisa menemukan apa sebenarnya yang ia rasakan dalam mimpimimpi yang berkilas ketika ia membaca ninjobon atau mendengarkan cerita Hanyu bersama murid geisha tersebut. Di sini kita semakin bisa melihat bahwa hasrat seksual Kanai pada masa remajanya tertahan. Ia membutuhkan pengalaman dari luar untuk bisa menemukan hasrat seksualnya. Dalam teori psikoseksual Freud, kita tidak menemukan bahwa tingkat laten berarti seseorang kehilangan hasrat seksualnya. 17 Copulationtrieb berarti insting untuk bersenggama Seksualitas laki-laki..., Galih Rakhmadi, FIB UI, 2010 Universitas Indonesia 48 Sehingga, apa yang terjadi pada Kanai di masa ini menjadi tidak relevan dengan teori psikoseksual Freud mengenai tahapan laten psikoseksual. 人情本を見れば、接吻が、西洋のなんぞとまるで違った性質の接 吻が变してある。僕だって、恋愛と性欲とが関係していることを、 悟性の上から解せないことは ない。しかし恋愛が懐かしく思わ れる割合には、性欲の方面は発動しなかったのであ る。(Ogai Zenshuu, Mori Ogai, hlm. 123) Kalau aku membaca ninjobon, ciuman yang dipaparkan sama sekali berbeda dengan deskripsi ciuman dalam literatur Barat. Bahkan seseorang sepertiku tidak bisa mengerti bahwa ada suatu hubungan yang nyata di antara cinta dan hasrat seksual. Tapi, meskipun aku mengharapkan cinta seperti yang umumnya orang pikirkan, aku tidak dapat merasakan adanya hasrat seksual. Kanai di sini terlihat semakin terbelenggu hasrat seksualnya. Ia merasa bahwa ciuman yang dipaparkan di novel Jepang sama sekali berbeda dengan ciuman yang dipaparkan di novel Eropa. Perkembangan yang terjadi di dalam diri Kanai justru malah mengarah kepada gejala aseksual, dimana seseorang tidak bisa atau tidak mampu merasakan dorongan seksual, baik dari dirinya maupun dari orang lain. Hal ini terlihat dari dari bagian cerita ini dimana Kanai menyatakan bahwa meskipun ia mengharapkan cinta dan kasih sayang, ia tidak merasakan hasrat seksual layaknya orang normal. Kemudian, Kanai mengetahui tentang hal-hal yang dilakukan oleh temanteman sekolahnya. Menurut teman-temannya, hal itu sangat nikmat, tetapi Kanai tidak bisa menikmatinya seperti halnya orang-orang menikmatinya ketika melakukan hal tersebut. 僕はそれを試みた。しかし人に聞いたように愉快でない。そして し 跡で非道く頭痛がする。強 い てかの可笑しな画なんぞを想像し ど う き て、反復して見た。今度は頭痛ばかりではなくて、動悸 が する。 僕はそれからはめったにそんな事をしたことはない。つまり僕は つ けやきば 内から促されてしたのでなくて、入智慧でしたので、附焼刃でし Seksualitas laki-laki..., Galih Rakhmadi, FIB UI, 2010 Universitas Indonesia 49 たのだから、だめであったと見える。(Ogai Zenshuu, Mori Ogai, hlm.124) Aku mencoba hal itu. Tapi aku tidak bisa menikmatinya sebagaimana yang kudengar dari orang-orang. Hal itu meninggalkan sakit kepala yang parah. Aku mencobanya lagi dengan memaksa diriku membayangkan gambar aneh yang pernah kulihat. Kali ini, hal itu tidak hanya meninggalkan sakit kepala tapi juga jantung yang berdebar-debar. Sejak saat itu aku tidak pernah melakukan hal itu. Akhirnya, kuanggap perbuatan itu kuanggap tak berguna bahkan dibuat-buat karena aku tidak terangsang oleh hasrat dari dalam diriku dan aku tidak merasakan kesenangan dari hal itu setelah kupikirkan dengan akal sehatku. Kanai yang mencoba memaksa dirinya melakukan hal tersebut ternyata hanya membuat dirinya sakit. Ketika ia pertama kali mencobanya, ia menjadi sakit kepala. Kemudian ketika ia mencoba lagi dan sambil membayangkan gambar-gambar aneh yang pernah dilihatnya, ia tidak hanya sakit kepala, tetapi jantungnya juga berdebardebar setelah melakukan hal itu. Menurutnya, ia tidak dapat merasakan kesenangan dari hal itu, karena ia juga tidak merasakan dorongan seksual dalam bentuk apapun dari dalam dirinya. Apa yang dilakukan teman sekolah, dan senpai Kanai, yang akhirnya juga dicoba oleh Kanai, pada saat ini disebut dengan istilah masturbasi. Kegiatan tersebut memang dapat menimbulkan kenikmatan bagi orang yang melakukannya, karena adanya ejakulasi seperti halnya yang terjadi ketika seorang laki-laki berhubungan seks dengan seorang perempuan. Akan tetapi, hal yang sebaliknya terjadi pada Kanai. Ia tidak mendapatkan kenikmatan apapun dari kegiatan tersebut. Maka kita dapat semakin yakin bahwa dalam tahapan laten psikoseksual Kanai terjadi apa yang disebut aseksual pada diri Kanai sehingga ia tidak dapat merasakan dorongan seksual dan menjadi tidak nyaman ketika dirangsang. Hal ini kemudian membuat Kanai mulai menjauhi wanita. Kanai pulang ke Mukojima pada liburan musim panas tahun itu. Ia menemukan teman baru, yaitu Eiichi Bito, yang seumuran dengannya dan sedang mengikuti kursus persiapan Sekolah Kedokteran Tokyo di Izumibashi. Seksualitas laki-laki..., Galih Rakhmadi, FIB UI, 2010 Universitas Indonesia 50 Suatu hari Kanai pergi kerumah Eiichi, akan tetapi Eiichi sedang pergi bersama ayahnya, dan yang berada di rumahnya hanyalah ibunya dan seorang penjaga rumah. Kanai hampir saja pulang setelah diberitahu oleh penjaga rumah, akan tetapi ibu Eiichi menahannya agar tidak pulang dulu. 僕はしぶしぶ縁側に腰を掛けた。奥さんは不精らしく又少しいざ り出て、片膝立てて、僕の側へ、体がひっ附くようにすわった。 の 汗とお白いと髪の油との匂がす る。僕は少し脇へ退 いた。奥さ んは何故だか 笑った。 … のぞ 奥さんは頬っぺたをおっ附けるようにして、横から僕の顔を覗き 込む。息が顔に掛かる。その息が妙に熱いような気がする。それ と同時に、僕は急に奥さんが女であるというようなことを思って、 あお 何となく恐ろしくなった。多 分僕は蒼くなったであろう。 … あわ 僕は慌てたように起って、三つ四つお辞儀 をして駈け出した。 い せ き こ 御殿のお庭の植込の間から、お池の水が小さい堰塞を踰し て流 れ出る溝がある。その縁の、杉菜の生えている砂地に、植込の高 い木が、少し西へいざった影を落している。僕はそこまで駈けて のうぜん 行って、仰向に砂の上に寝 転んだ。すぐ上の処に、凌霄の燃え むらむら る ような花が簇々と咲いている。蝉が盛 んに鳴く。その外には さ 何の音もしない。Pan の神はまだ目を醒まさない時刻である。僕 は いろいろな想像をした。 それからは、僕は裔一と話をしても、裔一の母親の事は口に出さ なかった。(Ogai Zenshuu, Mori Ogai, hlm.129-130) Dengan enggan aku duduk di teras. Ibu Bito keluar rumah pelan-pelan, kelihatan seperti malas-malasan, dan duduk di sampingku sambil menaikkan sebelah kakinya, tubuhnya hampir mendekap diriku. Aku bisa mencium bau keringatnya, bedaknya, dan minyak rambutnya. Aku bergeser sedikit ke samping menjauhinya. Ia tersenyum, meskipun aku tidak tahu kenapa. … Ia terlihat seperti menekan pipinya kepadaku ketika ia melihatku dari samping. Nafasnya berhembus ke wajahku. Aku merasa nafasnya seakan panas dan aneh. Pada saat yang sama tiba-tiba aku terpikir bahwa ibu Eiichi adalah seorang perempuan dan entah bagaimana itu terasa mengerikan. Wajahku mungkin sudah jadi pucat. Seksualitas laki-laki..., Galih Rakhmadi, FIB UI, 2010 Universitas Indonesia 51 … Aku jadi kebingungan dan setelah membungkukkan badan tiga atau empat kali padanya, aku mulai berlari. Di antara tumbuh-tumbuhan di taman mansion terdapat saluran air yang mengalir dari kolam ke sebuah dam kecil. Di tanah berpasir di ujung saluran air ini tumbuh tanaman ekor kuda, dan terdapat pohon-pohon yang tinggi membuat bayangan condong ke arah barat. Setelah berlari ke tempat ini, aku membaringkan diriku ditanah. Ketika kulihat keatas, ada bunga terompet yang mekar bagaikan sedang terbakar. Suara jangkrik terdengar dimana-mana. Selain itu tidak ada suara-suara lain. Ini adalah saat-saat dimana dewa Pan masih tidur. Aku kemudian membayangkan macam-macam hal. Setelah itu, bahkan ketika aku sedang berbicara mengenai sesuatu dengan Eiichi, aku tidak pernah menyebutkan tentang ibunya sama sekali. Dari pengalaman ini, terlihat bahwa Kanai mulai menjauhi wanita. Pernyataan “Pada saat yang sama tiba-tiba aku terpikir bahwa ibu Eiichi adalah seorang perempuan dan entah bagaimana itu terasa mengerikan.” menunjukkan bahwa ia takut, dan mungkin tidak siap untuk berhadapan dengan kenyataan bahwa ibu Eiichi adalah seorang perempuan. Gejala ini diluar tahapan laten psikoseksual, seperti yang sudah dibahas sebelumnya, bahwa Kanai sudah menunjukkan sejala aseksual, dimana ia tidak mau menerima rangsangan dari luar, dan juga tidak dapat merasakan adanya rangsangan dari dalam dirinya sendiri. Walau demikian, gejala ini bukan tidak mungkin menjadi hilang di kemudian hari seiring pertumbuhan fisik dan perkembangan psikologisnya. Kita akan dapat melihatnya di perkembangan selanjutnya. Kemudian, menginjak umur 15 tahun, Kanai menjadi dekat dengan dua orang temannya yaitu Koga dan Kojima. Koga adalah seorang pria yang termasuk kedalam kelompok kouha. Bahkan Kanai sudah diperingati oleh Waniguchi, terutama ketika terjadi rotasi teman sekamar, Kanai mendapari dirinya sekamar dengan Koga. Akan tetapi, ternyata Koga tidak seagresif itu. Kojima, adalah teman baik Koga. Kanai berusaha mengenal mereka lebih baik, dan akhirnya memang dapat berteman baik dengan mereka. Diceritakan bahwa penundaan kehidupan seksual Kanai memang disebabkan karena pertemanan mereka bertiga. Seksualitas laki-laki..., Galih Rakhmadi, FIB UI, 2010 Universitas Indonesia 52 十亓になった。 僕の性欲的生活が繰延になったのは、全くこの三角同盟のお陰で も ある。後になって考えて見れば、若 し この同盟に古賀がいな かったら、この同盟は陰気な、貧血性な物になったのかも知れな い。幸に荒日を持っている古賀が加わっていたので、互に制裁を 加えてい る中にも、活気を失わないでいることを得たのであろ う。(Ogai Zenshuu, Mori Ogai, hlm. 138-139) Ketika aku berumur 15 tahun Penundaan kehidupan seksualku benar-benar disebabkan karena pertemanan “segitiga” kami. Setelah itu, kalau kucoba memikirkan , mungkin kelompok kami akan terlihat menyedihkan dan lesu seandainya Koga tidak bergabung dalam kelompok kami. Untungnya, karena kami mengajak Koga yang hari-harinya liar dan menggabungkan pengetahuannya dengan kami, sudah tidak ada lagi sesuatu yang dapat mengalahkan semangat kelompok kami. Menurut Kanai, bila tidak ada Koga di kelompok pertemanan mereka, kelompok mereka mungkin hanya sebuah kelompok yang lesu, menyedihkan dan tidak bersemangat. Menurut Freud, adalah hal yang normal bagi setiap orang untuk menemukan teman yang terbaik dalam setiap masa hidupnya. Kanai, dalam hal ini, merasa telah menemukan teman baiknya di masa sekolahnya, yang mampu membuat kelompoknya menjadi penuh dengan semangat. Di sini dapat kita lihat bahwa Kanai menemukan teman baiknya di masa sekolah. Menurutnya, hal ini juga menyebabkan penundaan kehidupan seksualnya. Sejalan dengan pemaparan Freud, bahwa di masa laten psikoseksual ini, seseorang akan lebih tertarik dengan aktivitas bersama temannya, terutama yang sesama jenis. Aktivitas itu dapat berupa persahabatan, atau kegiatan olahraga. Di satu sisi, Kanai mengakui bahwa kelompok pertemanannya ini mungkin tidak terlihat memiliki banyak pengaruh terhadap kehidupan seksualnya, akan tetapi sebenarnya cukup membawa pengaruh yang penting terhadap kehidupan seksualnya. Pertemanannya ini justru menunda kehidupan seksualnya, seperti yang telah disebutkan sebelumnya. Hal ini disebabkan karena Koga termasuk kelompok kouha. Sementara itu, Kojima, seperti Kanai, adalah orang yang menahan hasrat seksualnya. Kegiatan mereka pada waktu senggangnya tentu saja adalah berkumpul bersama- Seksualitas laki-laki..., Galih Rakhmadi, FIB UI, 2010 Universitas Indonesia 53 sama, terutama di malam Minggu, ketika mereka keluar berjalan-jalan dan mengomentari setiap pria yang kelihatannya termasuk kedalam kelompok kouha yang berpapasan dengan mereka di daerah Yoshiwara. Setelah Kanai pulang ke Mukojima, ia kembali bermain bersama Eiichi. Akan tetapi, ibunya sudah tidak terlihat sedang berada di rumah. Ada rumor yang beredar tentang ibu Eiichi dengan Hanno. Rumor tersebut mengatakan bahwa Hanno dicopot dari jabatannya dan dipulangkan ke daerah asalnya. Ibu Eiichi pun juga pulang ke kampung halamannya. Pada masa itu, Kanai bersaing dengan Eiichi dalam hal menulis kanbun, yakni komposisi karangan yang menggunakan karakter kanji namun dibaca menggunakan kaidah bahasa Jepang. Oleh karena itu, Kanai pergi ke rumah Bunen, seorang guru yang juga tinggal di daerah Mukojima, setelah sebelumnya meminta izin pada ayahnya. Bunen adalah seorang penyunting resmi dari publikasi pemerintahan. とう 僕はお父様に頼んで貰って、文淵先生の内へ漢文を直して貰いに 行くことにした。書生が先生の書斎に案内する。どんな長い物を 書いて持って行っても、先生は 「どれ」と云って受け取る。朱筆 と く と う を把る。片 端から句読を切る。句読を切りながら直 して行く。読 じ が ん んでしまうのと直してしまうのと同時である。それでも字眼な ぞ しるし があると、 標 を附けて行かれるから、 照応を打ち壊されることな まげ ぞはめったに無い。度々行くうちに、十六七の島田髷が 先生のお 給仕をしているのに出くわした。帰ってからお母様に、今日は先 生の内の一番大きいお嬢さんを見たと話したら、それはお召使だ と仰ゃった。お召使と いうには特別な意味があったのである。 (Ogai Zenshuu, Mori Ogai, hlm. 140) Setelah aku meminta izin pada ayahku, aku pergi ke rumah Bunen-sensei untuk meminta pertolongannya memperbaiki penulisan kanbunku. Pembantu laki-lakinya kemudian membawaku ke ruangannya. Bagaimanapun panjangnya tulisan yang kubawa padanya, sensei selalu berkata “yang mana?” Ia memakai tinta merah untuk memperbaiki tulisanku. Dari satu sisi ia memperbaiki pungtuasi tulisanku dengan cara memotongnya. Lalu sembari memotong pungtuasinya ia juga memperbaiki tulisanku. Ia membaca tulisanku dan memperbaiki tulisanku dalam saat yang bersamaan. Bahkan ketika ia menemukan sebuah Seksualitas laki-laki..., Galih Rakhmadi, FIB UI, 2010 Universitas Indonesia 54 katakunci, ia memberi tanda sehingga ia jarang menghapus kalimat pembuka. Setelah beberapa kali aku ke rumahnya, aku bertemu dengan seorang perempuan kira-kira berumur 16 atau 17 tahun yang rambutnya ditata dengan gaya shimada yang menyajikan makan malam ke guruku. Setelah pulang ke rumah, aku bilang ke ibuku bahwa hari ini aku melihat anak perempuan sulung guruku, tapi ibuku berkata, bahwa itu “pembantu” Kemudian aku mengetahui kata “pembantu” memiliki makna khusus. Setelah beberapa kali Kanai datang ke rumah gurunya, Kanai melihat seorang wanita yang berumur sekitar 16 atau 17 tahun menyajikan makan malam untuk gurunya. Ia mengira bahwa orang wanita itu adalah putri sulung gurunya, akan tetapi ibu Kanai mengatakan bahwa wanita itu adalah pembantunya. Kanai salah tentang hal ini. Akan tetapi, ia ternyata nantinya akan mengetahui bahwa seorang pembantu juga memiliki makna lain. Pembantu yang dimaksud adalah “pembantu” yang berarti seorang selir atau gundik yang “disimpan”. Dalam istilah bahas Inggris disebut juga dengan “maid” atau “maiden” yang dapat berarti seorang gadis perawan. Di musim gugur pada tahun itu, Koga mengalami mood yang buruk. Hal itu disebabkan karena laki-laki yang disukai Koga, yakni Adachi, sedang jatuh cinta dengan seorang gadis pelacur yang terkenal di Yawataro, Nezu. Kanai tidak cukup mengerti apa yang dirasakan Koga apakah benar atau tidak, dan apakah Koga pantas mendapatkan simpati. Koga, yang benar-benar suka pada Adachi, menjadi sedih dengan kejadian ini. Akan tetapi, Kanai justru bingung dengan hal ini. Terutama karena Adachi yang telah melihat ibunya menangis karena dirinya yang tidak bersekolah dengan baik gara-gara hubungannya dengan sang gadis pelacur di Yawataro. 同じ歳の秋であった。 いかにも親孝行はこの上もない善い事である。親孝行のお蔭で、 な 性欲を少しでも抑えて行かれるのは結構である。しかしそれを為 し 得ない人間がいるのに不思議はない。(Ogai Zenshuu, Mori Ogai, hlm. 142) Musim gugur di tahun yang sama. Seksualitas laki-laki..., Galih Rakhmadi, FIB UI, 2010 Universitas Indonesia 55 Tidak ada kebajikan diatas kepatuhan terhadap orangtua. Berkat kepatuhan kepada orangtualah, maka kita bisa mengontrol hasrat seksual seseorang dengan baik. Tapi, tidak aneh bahwa ada orang yang tidak dapat melakukan hal tersebut. Kanai merasa aneh karena menurutnya tidak ada kebaikan yang lebih besar daripada kepatuhan terhadap orangtua. Tetapi, menurutnya mengontrol hasrat seksual seseorang sebisa mungkin adalah hal yang baik untuk dilakukan. Kanai kelihatannya merefleksikan hal yang dialami Koga dengan pengalamannya sendiri, dimana Kanai menahan hasrat seksualnya, dan sebagai gantinya ia bersekolah dengan baik, dan memperhatikan nasehat dari orangtuanya. Sampai sinilah kira-kira tahap laten psikoseksual Kanai. Berdasarkan teori dari Sigmund Freud, tahap laten terjadi sampai pubertas seseorang. Penulis cukup kesulitan menentukan pubertas dari Kanai, akan tetapi penulis mencoba menegaskan tahapan laten Kanai adalah sampai umur 15 tahun. Hal-hal yang terjadi pada diri Kanai di tahapan ini adalah penundaan kehidupan seksualnya. Berawal dari keingintahuannya tentang seks, yang kemudian berkembang menjadi ketidaknyamanannya tentang hal yang berbau seks. Akhirnya, ia menjadi menjauhi wanita, dan di masa sekolahnya, ia berteman dengan Koga dan Kojima yang membuatnya semakin menunda kehidupan seksualnya. Pada masa laten ini, ternyata Kanai menunjukkan gejala aseksual, yaitu kondisi dimana ia tidak mampu merasakan dorongan seksual. Gejala aseksual ini tidak termasuk kedalam tahap perkembangan psikoseksual Freud. Akan tetapi, penulis merasa bahwa hal ini merupakan suatu rangkaian sebab-akibat yang termasuk dalam perkembangan psikoseksual Kanai, dengan ini menunjukkan bahwa setiap orang memiliki keunikan tersendiri dalam perkembangan psikoseksualnya. Perkembangan psikoseksual Kanai belum berhenti sampai di sini. Tahapan selanjutnya adalah tahap genital, dan pada tahap inilah Kanai akan menyadari sepenuhnya apa yang disebut dengan seksualitas. Tahapan laten yang dialami Kanai justru membuatnya lebih kritis dalam memandang seks, dan membuatnya mengetahui seperti apa seks yang diumbar dalam kehidupan sehari-hari. Seksualitas laki-laki..., Galih Rakhmadi, FIB UI, 2010 Universitas Indonesia 56 3.2.3 Tahapan Genital Kanai Tahapan genital adalah tahapan terakhir psikoseksual, dimana pada tahapan ini kondisi alat kelamin seseorang secara fisik telah mencapai bentuk dan fungsinya yang sempurna, dan secara psikologis juga telah berkembang. Pada tahapan ini, menurut Freud, dorongan seksual kembali aktif mengemuka. Semua pengalaman yang dilalui seseorang dalam tahapan infantil dan laten akan kembali muncul dalam bentuk yang lain dan lebih nyata di tahapan genital ini. Penulis akan menjelaskan tahapan genital psikoseksual Kanai dari kisahnya sejak umur 16 tahun. Pada masa itu, Kanai telah lulus dari Akademi bahasa Inggris, sekolah yang mempersiapkan siswanya untuk masuk perguruan tinggi. Maka dengan itu, Kanai akhirnya masuk ke perguruan tinggi, fakultas sastra. Ia hampir setiap malam keluar rumah dan bersama Kojima dan Koga pergi ke rakugo18. 十六になった。 そ ば よ た か 寄席の帰りに腹が減って蕎麦屋 に這入ると、妓夫が夜鷹を大勢連 れて来 ていて、僕等はその百鬼夜行の姿をランプの下に見て、覚 せんりつ えず戦慄し たこともある。しかし「仲までお安く」という車なぞ にはとうとう乗らずにしまった。(Ogai Zenshuu, Mori Ogai, hlm. 143) Ketika aku berumur 16 tahun Ketika pulang dari aula (rakugo), kami merasa lapar dan singgah di toko soba. Ketika kami singgah di toko soba, kami dan yang lainnya melihat germo/mucikari yang membawa banyak pelacur dan tempat-tempat dibawah lampu yang terlihat menyeramkan yang membuat kami merinding ketakutan secara tidak sadar. Meskipun pada penarik jinrikisha misterius di pinggir jalan bilang kepada kami “sampai Naka (daerah pelacuran) murah kok, dik,” kami tidak pernah menggunakan jasa mereka. 18 Rakugo (落語) adalah pementasan storyteller Jepang, yang biasanya dipentaskan adalah cerita lucu. Seksualitas laki-laki..., Galih Rakhmadi, FIB UI, 2010 Universitas Indonesia 57 Ketika berjalan pulang dari aula rakugo, mereka biasanya lapar lalu singgah di toko soba untuk makan. Ketika mereka sedang singgah untuk makan, mereka bersama orang-orang lainnya di toko soba tersebut kadang melihat germo/mucikari19 dari rumah bordil, yang diikuti pelacur-pelacur. Mereka juga merasa takut dengan tempat-tempat yang diterangi tepat di bawah lampu sampai-sampai mereka merinding. Para jinrikisha di daerah pelacuran itu, yang menawarkan jasa kepada mereka bertiga membuktikan bahwa layanan seks memang sudah jadi hal yang umum di masa itu. Namun, mereka tidak pernah menaiki salah satu jinrikisha tersebut. Kemungkinan besar hanya Kojima dan Kanai yang masih perjaka di antara siswa yang lulus dari Akademi bahasa Inggris. Hal ini mencerminkan Kanai yang mulai perhatian terhadap hal “keperjakaan”, suatu hal yang sebelumnya tidak dipikirkan olehnya, namun sebenarnya menjadi hal yang terpendam dalam benaknya. Pada umur 17 tahun, Kanai diceritakan semakin tergoncang atas moral yang ditetapkan pertemanannya dengan Koga dan Kojima. Hal ini berefek terhadap dirinya yang beberapa kali memikirkan tentang sosok seorang wanita yang dilihatnya pada perjalanan ke Kosuge. 十七になった。 いき か えり 小菅へ行く度に、往にも 反 にも僕はこの障子の前を通るのを楽に していた。そしてこの障子の口に娘が立っていると、僕は一週間 の間 何となく満足している。娘がいないと、僕は一週間の間何と なく物足らない感じをしている。(Ogai Zenshuu, Mori Ogai, hlm. 144) Ketika aku berumur 17 tahun Setiap aku melewati Kosuge, aku merasakan kesenangan sewaktu pulang dan pergi melewati di depan pintu geser itu. Kemudian suatu ketika aku melihat seorang perempuan berdiri di antara pintu itu, aku merasakan selama, kepuasan untuk suatu hal. Kalau si perempuan tidak berada disitu, selama seminggu aku merasa kehilangan (sesuatu). Keluarga Kanai pindah ke Kosuge pada saat Kanai berumur 17 tahun. Hal itu terjadi karena ayahnya mengambil sebuah jabatan di penjara di Kosuge. Pada 19 Orang yang mempekerjakan pelacur Seksualitas laki-laki..., Galih Rakhmadi, FIB UI, 2010 Universitas Indonesia 58 perjalanan ke Kosuge ini, Kanai melihat seorang wanita di sebuah toko barang antik. Meskipun pintu geser toko itu hanya setengah terbuka, Kanai merasa senang melewati toko tersebut. Suatu ketika, ia melhat seorang wanita yang berdiri di antara pintu tersebut. Kanai kemudian merasa kehilandan ketika kali berikutnya ia lewat toko tersebut, dan tidak melihat wanita tersebut ada ditoko itu. Ia kemudian akhirnya lebih penasaran tentang perempuan itu, bahkan ketika ia sedang merasakan kesepian tanpa sadar nama toko tersebut, Akisada, terucap dari mulutnya. Hal yang cukup aneh mengingat Akisada hanyalah nama toko tersebut dan sama sekali bukanlah nama wanita itu. Perkembangan Kanai selanjutnya sejak peristiwa ini adalah perkembangan psikologisnya mengenai perempuan. Perlahan tapi pasti, Kanai mulai menerima kehadiran perempuan lain selain ibunya dalam hidupnya. Salah satu sebabnya adalah sewaktu ia tinggal di Mukojima sewaktu ia ingin belajar di tempat yang sepi untuk ujian kelulusan. Pada masa itu, ia tinggal sendiri dan ia dibantu oleh Ocho, anak perempuan tetangganya untuk membantunya membuat masakan di rumahnya. Hal tersebut terjadi sampai ibunya datang ke Mukojima untuk mengunjungi Kanai. Setelah lulus, Kanai mendapat tawaran untuk belajar ke luar negeri. Kemudian ibunya berpendapat, bahwa sebaiknya Kanai menikah terlebih dulu sebelum berangkat ke luar negeri. Ayah Kanai tidak memiliki pendapat yang pasti, jadi ibunya lebih banyak mendesak Kanai supaya segera menikah bila ia ingin berangkat untuk belajar di luar negeri. Akan tetapi, Kanai merasa bahwa ia sedang ditekan oleh ibunya, karena ia sebenarnya belum ingin menikah. は た ち 二十になった。 妻というものを、どうせいつか持つことになるだろう。持つには いや やつ すき 嫌な奴では困る。嫌か好 かをこっちで極めるのは容易である。し かし女だって嫌な男を持っては 困るだろう。生んで貰った親に対 して、こう云うのは、恩義に背くようではあるが、女が僕の容貌 すき を見て、好だと思うということは、一寸想像しにくい。或は自 知 めい の明のあるお多福が、僕を見て、あれで 我慢をするというような Seksualitas laki-laki..., Galih Rakhmadi, FIB UI, 2010 Universitas Indonesia 59 ことは無いにも限るまい。しかし我慢をしてくれるには及ばない。 た ましい そんな事はこっちから辞退したい。そんなら僕の 霊 の側はどう だ。余り結構な霊を持ち合わせているとも思わないが、これまで 色々な人に触れて見たところ が、僕の霊がそう気恥かしくて、包 み隠してばかりいなければならないようにも思わない。霊の試験 を受ける事になれば、僕だって必ず落第するとも思わない。 さて 結婚の風俗を見るに、容貌の見合はあるが、霊の見合は無い。そ な かだち の容貌の見合でさえ、 媒 をするものの云うのを聞けば、いつで すききらい も先方では見合を要せないと云っているということだ。女は好嫌 を 言わない。只こっちが見て好嫌を言えば好いというのだ。娘の 親は売手で、こっちが買手ででもあるようだ。娘はまるで物品扱 ロ オ マ を受けている。羅 馬法にでも書いたら、奴隷と同じように、res と してしまわねばならない。僕は綺麗なおもちゃを買いに行く気は ない。(Ogai Zenshuu, Mori Ogai, hlm. 156) Ketika aku berumur 20 tahun Bagaimanapun juga aku akan memiliki seorang istri suatu waktu nanti. Ketika aku mempunyai seorang istri, aku akan merasa kesusahan kalau aku menikahi seseorang yang tidak kusukai. Menurutku, untuk menentukan apakah aku suka dia atau tidak adalah hal yang mudah. Tapi, si perempuan juga akan kesusahan untuk menikahi laki-laki yang ia tidak sukai. Mungkin ini terdengar tidak sopan untuk seorang anak berbicara seperti ini kepada ibu yang telah melahirkannya karena berarti menentang kebaikan yang telah diberikan sang ibu, tapi aku sulit membayangkan ada seorang wanita yang menyukaiku kalau ia sudah melihat penampilanku. Mungkin ada seorang perempuan biasa yang cukup bijak dan sederhana untuk bisa bersabar bahkan setelah ia melihat wajahku. Tapi, itu tidak perlu untuk bersabar denganku. Pada situasi seperti itu aku ingin menolaknya. Kalau begitu bagaimana dengan sisi kejiwaanku? Aku tidak memikirkan bahwa katanya seseorang harus memiliki jiwa yang cocok dan merasa nyaman, tapi sampai saat ini banyak orang hanya menilai dari penampilan saja, jadi aku merasa malu dan tidak bisa terus memikirkan tentang hal itu. Jika aku harus menguji jiwaku, aku tidak berpikir bahwa aku akan gagal. Ketika aku mempertimbangkan kebiasaan yang sekarang berlaku yang terlibat dalam pernikahan, aku menyadari bahwa ada wawancara pernikahan di antara kedua belah pihak dalam hal penampilan, tapi bukan dalam hal kejiwaan. Bahkan dalam wawancara untuk menilai penampilan saja, hanya perlu seorang pihak saja melalui seorang perantara, dan yang satu pihak lagi tidak perlu benar-benar berada di depan pihak yang satunya. Sang perempuan tidak mengatakan apapun mengenai apakah ia menyukai kandidat pasangannya atau tidak. Hanya sang lelaki yang menentukan suka atau tidaksukanya. Si anak perempuan Seksualitas laki-laki..., Galih Rakhmadi, FIB UI, 2010 Universitas Indonesia 60 melakukan penjualan dan sang pengantin lelaki melakukan pembelian. Si anak perempuan diperlakukan layaknya komoditas. Jika ia ditempatkan dalam hukum Romawi, kata res akan digunakan, sama seperti yang digunakan untuk budak. Aku tidak berminat untuk pergi membeli mainan yang indah. Jawaban Kanai atas tawaran pernikahan dari ibunya ditolaknya dengan jawaban yang tegas. Kanai beranggapan bahwa soal suka atau tidak untuk seseorang memilih pasangan nikahnya bukan hak dari laki-laki saja, tetapi juga hak untuk perempuan supaya bisa memilih pasangan nikahnya sesuka hatinya. Ia menegaskan bahwa terkadang dibandingkan melihat penampilan calon nikahnya saja, dan mendapat informasi dari perantara nikah adalah lebih dari cukup, sehingga wawancara dengan calon pasangannya sudah tidak diperlukan lagi. Lebih jauh lagi, Kanai mengatakan pada ibunya, bahwa bila memang benar berlaku hal seperti yang dikatakan Kanai, maka prosedur penjodohan itu menjadi seperti jual-beli barang, bahkan budak. Kanai kemudian mengandaikan dengan berkata bahwa ia tidak tertarik untuk membeli mainan yang indah. Persoalan pernikahan ini tentunya dapat kita lepaskan dari soal seks sama sekali, dan menuju isu gender di dalam seksualitas. Ogai sedikit menyinggung tentang masalah ini di dalam Vita Sexualis, akan tetapi pada perkembangan cerita, hal yang disinggung ternyata tetap berkisar seputar kedewasaan seks Kanai. Setelah tawaran pernikahan dari ibunya, kolega ayahnya datang berkunjung dan mengusulkan untuk mencoba menjodohkan Kanai dengan seorang gadis yang masih memiliki garis keturunan seorang tuan tanah. Akan tetapi, pada akhirnya Kanai tidak memilih untuk menikah sampai ia berangkat ke luar negeri. Setelah sempat melalui wawancara perjodohan, Kanai merasa bahwa wanita seperti itu memang baik, dan dapat ditemukan dimana saja. Jadi, ia merasa tidak ada gunanya untuk menikah terburuburu karena tidak ada gunanya. Setelah itu, Kanai akhirnya merasakan pengalaman seksualnya bersama seorang wanita. Hal ini terjadi setelah insidennya dengan koran Yomiuri.Hal ini terjadi ketika pada suatu malam, ketika Seiha Miwazaki yang telah menyuruh Kanai Seksualitas laki-laki..., Galih Rakhmadi, FIB UI, 2010 Universitas Indonesia 61 untuk menulis artikel untuk koran Yomiuri, bermaksud mentraktir Kanai atas tulisannya yang telah dimuat dan dipublikasikan. 同じ年の冬の初であった。 八畳の間である。正面は床の間で、袋に入れた琴が立て掛けてあ ま き え い こ う し き る。黒塗に蒔絵の してある衣桁が縦に一間を為 切って、その一方 に床が取ってある。婆あさんは柔かに、しかも 反抗の出来ないよ うに、僕を横にならせてしまった。僕は白状する。番新の手腕は いかにも巧妙であった。しかしこれに反抗することは、絶待的不 こうてい ま ひ た しか 可能であった のではない。僕の抗抵力を麻 痺 させたのは、 慥 に 僕の性欲であった。(Ogai Zenshuu, Mori Ogai, hlm. 168-169) Permulaan musim dingin di tahun yang sama Aku berada di kamar 8 jo. Di lantai bagian depan kamar terdapat koto yang disarungkan, yang disandarkan ke lemari. Lemari baju yang berwarna hitam, dengan ornamen emas di beberapa bagian, menjadi penghalang untuk membagi ruangan menjadi dua, setengahnya sudah disiapkan tempat tidur. Dengan lembut nenek itu membaringkanku, seakan-akan diriku tidak bisa mencegah dirinya. Aku harus mengakui: Kemampuan sang banshin sangat hebat. Tapi, pada waktu itu bukan tidak mungkin bagiku untuk memberikan perlawanan. Apa yang telah melumpuhkan pertahananku pastinya adalah hasrat seksualku. Di kamar 8jo tersebut, Kanai dideskripsikan sedang diberikan „pelayanan‟ oleh seorang wanita, yang kelihatannya adalah seorang pelacur kelas tinggi. Wanita itu tidak sendirian, ia bersama seorang nenek yang bertindak sebagai asisten. Wanita yang lebih muda disebut oiran, sedangkan asistennya disebut banshin. Sang banshin kemudian menyuruh Kanai supaya tidur, akan tetapi Kanai menolak. Akhirnya, sang banshin kemudian dengan inisiatifnya sendiri, setelah bertukar pandangan dengan oiran, membuka kaos kaki Kanai. Pada akhirnya, Kanai tidak dapat melawan sang banshin dan mengikuti apa yang diinstruksikan olehnya. Kanai kemudian mendeskripsikan bahwa yang melumpuhkan pertahanannya pastilah hasrat seksualnya. Dari peristiwa tersebut kita bisa melihat bahwa Kanai akhirnya menyerah terhadap hasrat seksualnya. Kanai selama ini menahan hasrat seksualnya sehingga Seksualitas laki-laki..., Galih Rakhmadi, FIB UI, 2010 Universitas Indonesia 62 pada saat ia menemukan kesempatan yang bahkan bukan kesempatan yang sengaja ia cari, ia menyerah pada hasrat seksualnya. Dengan demikian, Kanai sudah benar-benar lepas dari tahapan laten psikoseksualnya dan telah sepenuhnya masuk ke dalam tahapan genital. Akan tetapi, Kanai ternyata bertanya-tanya mengenai kejadian di malam itu. Ia benar-benar heran dengan dirinya sendiri dan kejadian itu. Apakah benar itu kepuasan dari hasrat seksualnya? Apakah benar itu adalah sebuah realisasi cinta ternyata tidak lebih dari apa yang telah ia capai di malam itu? Kanai tidak merasakan perasaan bersalah, ia tidak menyesal sama sekali. Walaupun demikian, ia tetap berpikir bahwa pergi ke tempat seperti itu adalah salah, dan ia merasa bahwa sebenarnya tidak ada orang yang pergi meninggalkan rumahnya dengan bermaksud untuk pergi ke tempat seperti itu. き の う 四畳半の部屋に帰ってから、昨日 の事を想って見る。あれが性欲 の満足であったか。恋愛の成就はあんな事に到達するに過ぎない のであるか。馬鹿々々しいと思 う。それと同時に僕は意外にも悔 かしゃく という程のものを感じない。良心の呵責と いう程のものを覚えな い。勿論あんな処へ行くのは、悪い事だと思う。あんな処へ行こ し きい うと預期して、自分の家の 閾 を越えて出掛けることがあろうとは 思わない。しかしあんな処へ行き当ったのは為方がないと思う。 た と 譬 えて見れば、人と喧嘩をするのは悪い事だ。喧嘩をしようと志 して、外へ出ることは無い。しかし外へ出てい て、喧嘩をしなけ ればならないようになるかも知れない。それと同じ事だと思う。 それから或る不安のようなものが心の底の方に潜んでいる。それ は若しや悪い 病気になりはすまいかということである。喧嘩をし う ち み た跡でも、日が立ってから打身の 痛み出すことがある。女から病 わざわい の こ 気を受けたら、それどころではない。子孫にまで 禍 を遺 すかも知 れないなどとも思って見る。先ず翌日になって感じた心理上の変 動は、こんなものであって、思った よりは微弱であった。そのう かす え、丁度空気の受けた波動が、空間の隔たるに従って微か になる ように、この心理上の変動も、時間の立つに従って薄らいだ。 (Ogai Zenshuu, Mori Ogai, hlm. 169-170) Seksualitas laki-laki..., Galih Rakhmadi, FIB UI, 2010 Universitas Indonesia 63 Setelah kembali ke ruangan empat setengah jo milikku, aku memikirkan tentang kejadian kemarin malam. Apakah itu kepuasan dari hasrat seksual? Apakah realisasi cinta tidak lebih dari apa yang telah kucapai kemarin? Kupikir itu sangat bodoh. Karena itu, pada saat yang sama, aku sama sekali tidak merasakan penyesalan. Bahkan tidak ada siksaan batin dihatiku. Pastinya, aku berpikir bahwa pergi ke tempat seperti itu adalah salah. Aku tidak percaya bahwa ada orang yang pergi dengan maksud mengunjungi tempat seperti itu. Tapi kepergianku ke tempat itu adalah suatu hal yang tidak bisa dihindari. Misalnya seperti ini, bertengkar dengan orang lain adalah tidak baik. Tidak ada orang yang pergi dengan maksud untuk bertengkar. Tapi ketika seseorang sedang pergi, ia mungkin saja terpaksa bertengkar dengan seseorang. Kupikir situasiku sama seperti itu. Setelah itu, yang tersembunyi di dasar hatiku adalah perasaan tidak tenang. Hal itu karena aku khawatir apakah ada penyakit parah yang tertinggal didiriku. Kadangkala seseorang menderita luka yang tidak kelihatan dalam pertengkaran, dan dalam beberapa hari memarnya baru terlihat dan mulai terasa sakit. Kalau aku mendapat penyakit dari wanita itu, mungkin tidak bisa disembuhkan. Bahkan aku berpikir bahwa bencana ini mungkin dapat menurun ke keturunanku. Ini adalah sebagian fluktuasi psikologis yang kurasakan di esok hari, walaupun terasa lebih ringan daripada yang kupikirkan sebelumnya. Ditambah lagi, dengan cara yang sama, tepat seperti gerakan gelombang udara menjadi renggang dan seperti jarak di antara ruang semakin besar, fluktuasi psikologisku juga menurun seiring waktu berlalu. Kanai memikirkan kejadian malam itu dengan serius. Ia merasa bahwa kejadian itu terjadi karena terpaksa. Kanai juga merasa kuatir bahwa ada kemungkinan ia mendapat penyakit mengerikan yang sulit disembuhkan yang didapatnya dari wanita yang bersamanya di malam itu. Hal ini menyebabkan fluktuasi psikologis di dalam dirinya. Akan tetapi, seiring berjalannya waktu, fluktuasi tersebut semakin berkurang. Hal ini merupakan suatu hal yang wajar, karena bila seseorang melakukan hubungan seks dengan seorang pelacur, yang patut diwaspadai adalah apakah pelacur tersebut memiliki penyakit yang serius atau tidak. Sebab, bila terdapat penyakit yang serius dan menular pastinya akan tertular denga mudah ke pasangan yang berhubungan seks dengan pelacur tersebut. Kanai hanya menceritakan fluktuasi psikologisnya berdasarkan kekhawatiran tersebut. Selain itu, dapat kita perhatikan bahwa Kanai mendapatkan pengalaman seksual ini dengan terpaksa. Seksualitas laki-laki..., Galih Rakhmadi, FIB UI, 2010 Universitas Indonesia 64 Hal serupa terjadi ketika Kanai berusia 21 tahun. Kali ini, Kanai mendapatkan pengalaman tersebut karena ia diajak Koga untuk berkenalan dengan Mochizuki, seorang konselor di kementerian. Mochizuki juga ipar seorang veteran di pemerintahan. Saran Koga supaya Kanai berteman dengan Mochizuki membuatnya pergi ke rumah penugasan di daerah Shitaya yang bernama Daishige. Pada suatu malam, Koga berbicara dengan nyonya pemilik rumah tersebut. Kanai, yang penasaran dengan performa seorang geisha, membiarkan Koga berbicara dengan nyonya pemilik rumah tersebut. 二十一になった。 お上が立つ。僕は附いて廊下へ出る。女中がそこに待っていて、 ま 僕を別間に連れて行く。見たこともない芸者がいる。座敷で呼ば た ね せるのとは種が違うと見える。少し書きにくい。僕は、衣帯を解 かずとは、貞女が看病をする時の事に限らないということ を、こ の時教えられたのである。 今度は事実を曲げずに書かれる。その後も待合には行ったが、待 合の待合たることを経験したのは、これを始の終で あった。(Ogai Zenshuu, Mori Ogai, hlm. 174) Ketika aku berumur 21 tahun Sang nyonya rumah berdiri. Aku mengikutinya ke koridor. Seorang pembantu perempuan telah menunggu dan membawaku ke ruangan lain yang terpisah. Seorang geisha yang belum pernah kulihat sebelumnya, berada di dalam. Menurutku dia berbeda dengan tipe-tipe yang biasa dapat disewa pada umumnya. Aku merasa ini sulit untuk dituliskan. Aku merasakan saat ini adalah dimana kata-kata “jangan melepaskan pakaian seseorang” tidak harus mengacu kepada saat dimana seorang perempuan yang baik membantu orang yang sakit. Kali ini aku bisa menulis tanpa membelokkan fakta. Bahkan setelah kejadian ini aku masih pergi ke rumah pelacuran, tapi kejadian yang baru saja kuungkapkan adalah pengalaman pertama dan terakhirku tentang apa yang sebenarnya terjadi di sana. Kanai diajak ke sebuah kamar yang di dalamnya sudah menunggu seorang geisha yang belum pernah dilihatnya sebelumnya. Geisha tersebut kelihatannya berbeda dengan tipikal geisha yang selama ini diketahuinya. Pada bagian ini, Kanai merasa sulit untuk menggambarkan pengalamannya, namun ia dapat menuliskannya tanpa Seksualitas laki-laki..., Galih Rakhmadi, FIB UI, 2010 Universitas Indonesia 65 membelokkan faktanya sedikitpun. Menurutnya, apa yang telah terjadi pada malam itu adalah yang pertama dan yang terakhir baginya. Berarti, Kanai masih pergi ke rumah pelacuran tersebut, tetapi bukan untuk berhubungan seks dengan geisha yang ada di sana. Akhirnya, pada tahun itu Kanai menerima perintah dari pemerintah untuk melanjutkan studi di luar negeri. Kanai akan pergi ke Jerman. Kanai berangkat dengan menggunakan kapal dari Yokohama pada tanggal 24 Agustus. Maka, ia pergi meninggalkan Jepang tanpa menikahi siapapun. Pengalaman Kanai sewaktu di Jerman, yang tertuang dalam Vita Sexualis tidak ditulis secara kronologis. Yang pertama diceritakan adalah mengenai pengalamannya di Café de Krebs di Berlin. ベルリン 先ず書き掛けた記録の続きが、次第もなく心に浮ぶ。伯林の Unter コォフイィ den Linden を西へ曲った処の小さい珈琲店を思 い出す。Cafe Krebs か に や である。日本の留学生の集る処で、蟹屋 と云ったものだ。何遍 行っても女に手を出さずにいると、或晩一番美しい女で、どうし ても日本人と一しょには行かないというのが、是非金五君と一 かんしゃく しょに行 くと云う。聴かない。女が癇癪 を起 して、mélange の コップを床に打ち附けて壊す。(Ogai Zenshuu, Mori Ogai, hlm. 175) Selanjutnya apa yang kutulis sesuai dari catatan, tapi tidak ada urutannya karena hanya terbayang dalam pikirannya. Ia teringat kafe kecil di Unter den Linden di bagian sebelah barat Berlin. Di sana terdapat Café Krebs. Karena mahasiswa Jepang suka berkumpul di sana, maka kafe itu disebut kaniya (toko kepiting) Meskipun dia sering kesana, dia tidak pernah mendekati seorang perempuan, namun pada suatu malam, perempuan yang paling cantik di tempat itu, seorang perempuan yang pernah berbicara bahwa ia tidak akan pernah pergi kencan dengan orang Jepang, entah kenapa mengumumkan bahwa ia sangat ingin berkencan dengan Kanai. Kanai tidak mendengarnya. Kemudian, dengan penuh semangat perempuan itu melemparkan gelas mélange ke lantai sampai gelas itu pecah. Pada suatu hari, wanita yang paling cantik di kafe tersebut berkata bahwa ia ingin berkencan dengan Kanai. Padahal sebelumnya ia pernah berkata bahwa ia tidak akan berkencan dengan orang Jepang. Kanai tidak mendengar perkataan wanita itu. Maka, sang wanita dengan penuh semangat sampai melemparkan gelas mélange ke Seksualitas laki-laki..., Galih Rakhmadi, FIB UI, 2010 Universitas Indonesia 66 lantai, sampai pecah. Maksudnya, wanita itu ingin mencari perhatian Kanai yang mengacuhkan kata-kata wanita itu. Setelah itu, Kanai menceritakan tentang asramanya di Karl-strasse. Di sana, setiap malam keponakan perempuan bibi asrama datang ke kamarnya hanya mengenakan gaun tidurnya saja. Kanai menceritakan bahwa keponakan bibi asrama ini senang menggoda Kanai. Hal itu mungkin saja terjadi karena ia menyukai Kanai. Akan tetapi, Kanai pergi setelah tiga bulan menginap di sana, dan setelah itupun ia masih menerima surat dari keponakan bibi asrama. めい Karlstrasse の下宿屋を思い出す。家主の婆あさんの姪と いうのが、 はだじゅばん ふち 毎晩肌襦袢一つになっ て来て、金五君の寝ている寝台の縁に腰を 掛けて、三十分ずつ話をする。「おばさんが起きて待っているか ら、只お話だけして来るのなら、構わないといいますの。好いで ふすま しょう。お嫌ではなくって」肌 の温まりが 衾 を隔てて伝わって来 る。金 五君は貸借法の第何条かに依って、三箇月分の宿料を払っ て逃げると、毎晩夢に見ると書いた手紙がいつまでも来たのであ る。(Ogai Zenshuu, Mori Ogai, hlm. 175-176) Kemudian ia teringat penginapannya di Karl-strasse. Setiap malam keponakan perempuan bibi pemilik penginapan datang ke kamarnya dengan mengenakan baju tidurnya dan duduk di ujung tempat tidur tempat Kanai berbaring dan berbicara dengannya selama 30 menit. “Bibiku bilang bahwa ia masih bangun dan menungguku kembali, ia tidak peduli kalau aku datang kesini kalau hanya untuk ngobrol denganmu. Tidak apaapa kan? Kalau kau tidak suka, katakanlah.” Kehangatan tubuhnya terbawa ke Kanai melalui sprei tempat tidurnya. Setelah membayar tiga bulan sewa menurut aturan tentang penyewaan penginapan, Kanai pergi, meskipun ia terus menerima surat dimana sang keponakan mengklaim bahwa ia melihat Kanai tiap malam di dalam mimpinya. Lain lagi dengan sebuah rumah di Leipzig yang memiliki lampu merah di pintunya. Setiap pelanggan dilayani oleh seorang perempuan yang berambut ikal coklat keemasan dan memakai setelann merah. Kanai berkata, “Aku menderita tuberkulosis! Mendekatlah padaku dan kau akan tertular!.” Hal ini dimaksudkan tentu saja supaya si wanita tidak mendekat ke Kanai, dan bukan maksudnya ia memiliki penyakit tuberkulosis. Seksualitas laki-laki..., Galih Rakhmadi, FIB UI, 2010 Universitas Indonesia 67 Pada peristiwa ini, mungkin tidak cukup jelas apa maksud keseluruhan Kanai berteriak seperti itu. Ada kemungkinan Kanai berteriak seperti itu supaya si wanita tidak mendekati Kanai. Tetapi, makna dibalik itu tidak dijelaskan lebih lanjut. Kita dapat melihat di sini bahwa ada kalanya Kanai tidak serta-merta tidur dengan setiap wanita Jerman yang kelihatannya tertarik dengan dirinya sampai-sampai ia merasa perlu berteriak seperti itu. Bahkan, pernyataan seperti itu dapat kita rasakan seperti dibuat-buat, apa memang benar Kanai sampai dikejar-kejar wanita Jerman. Leipzig の戸口に赤い灯の附いている家を思い出す。 つ めいしょく らせた明 色 いいわけ の髪に金粉を傅け て、肩と腰とに言訣ばかりの赤い着物 を着た女 ずつそば を、客が一人宛傍に引き寄せ ている。金五君は、「己は肺病だぞ、 傍に来るとうつるぞ」と叫んでいる。(Ogai Zenshuu, Mori Ogai, hlm. 176) Ia teringat sebuah rumah di Leipzig yang memiliki lampu merah di pintunya Setiap tamu dilayani oleh seorang perempuan yang berambut ikal coklat keemasan, yang berdandan dengan berbagai alasan dalam setelan merah dari bahu hingga kepinggul. Kanai berkata, “Aku menderita tuberkulosis! Mendekatlah padaku dan kau akan tertular!.” Di sebuah hotel di Wina, ada seorang pembantu perempuan yang marah karena rombongan pejabat tinggi pemerintahan diajak berkeliling lebih dulu oleh Kanai. Kanai yang ingin memberikan perlawanan terhadap kemarahan pembantu perempuan tersebut, dengan polos berkata, “Aku akan datang kepadamu malam ini.” Kata-kata Kanai kemudian langsung dibalas, “Kamarku berada di ujung koridor di sebelah kanan. Aku tidak suka bila kau datang dengan memakai sepatumu!”. Pada malam itu, sang pembantu tersebut menunggu Kanai yang berjalan tanpa sepatu dan hanya mengenakan kaus kaki. Kamarnya yang terletak di pojok dipenuhi wangi parfum yang mampu membuat seseorang tercekik. ウ イ ン ナ 維也納のホテルを思い出す。臨時に金 五君を連れて歩いていた大 官 が 手 を 引 張 っ た のを 怒 っ た 女 中 が い る。 金 五 君 は 馬 鹿 気 た て きがいしん 敵愾心 を起して、出発する前日に、「今夜行くぞ」と云った。 Seksualitas laki-laki..., Galih Rakhmadi, FIB UI, 2010 Universitas Indonesia 68 く つ は 「あの右の廊下の突き当りですよ。沓 を穿 い ていらっしっては む ま 嫌」響の物に応ずる如しである。咽せ る様に香水を部屋に蒔いて、 く つ た び 金五君が廊下を つたって行く沓足袋 の音を待ってい た。(Ogai Zenshuu, Mori Ogai, hlm. 176) Ia teringat sebuah hotel di Vienna. Seorang pembantu perempuan di sana menjadi marah karena rombongan pejabat tinggi pemerintahan diajak berkeliling oleh Kanai.Kanai yang ingin memberikan perlawanan, dengan bodoh berkata padanya sehari sebelum keberangkatan rombongan, “Aku akan datang kepadamu malam ini.” “Kamarku berada di ujung koridor di sebelah kanan. Aku tidak suka bila kau datang dengan memakai sepatumu!” Kata-kata balasannya terdengar seperti bergema Sang pembantu tersebut menunggu suara kaki Kanai yang berjalan mengenakan kauskaki sepanjang koridor, di kamarnya yang penuh dengan wangi parfum yang kelihatannya mampu membuat seseorang tercekik. Cerita ini menunjukkan Kanai yang ternyata mampu memikat hati beberapa wanita Jerman. Salah satunya adalah pembantu di hotel ini. Sementara itu, di sebuah kafe di Munich, Kanai juga bertemu dengan seorang wanita yang tertarik dengan dirinya. Akan tetapi, kali ini ada penyebabnya kenapa wanita tersebut tertarik dengan Kanai. Di kafe yang terletak di Munich ini, Kanai kembali bertemu dengan wanita yang tertarik dengan dirinya. Bahkan Kanai tidak percaya dengan hal ini. Kanai, yang semasa sekolahnya tidak melakukan hal apapun dengan hasrat seksualnya, kini harus benar-benar berurusan dengan hasrat seksualnya, bahkan tanpa ia perlu bersusah payah sudah ada wanita yang tertarik dengan dirinya. Ia rasanya benar-benar ingin meludah pada rekan-rekan senegaranya yang mengatakan bahwa iatidak mampu melakukan hal yang vulgar dengan hasrat seksualnya. Muenchen の珈琲店を思い出す。日本人の群がいつも行っている処 や である。そこの常客に、稍や 無頼漢肌の土地の好男子の連れて来 す ご み ほ る、凄味掛 かった別品がいる。日本人が皆その女を褒め ちぎる。 或晩その二人連がいるとき、金五君が便所に立った。跡から早足 た ちま や ひじ に便所に這入って来るものがある。 忽 ち痩せ た二本の臂が金五君 く び から の頸に絡み 附く。金五君の唇は熱い接吻を覚える。金五君の手は Seksualitas laki-laki..., Galih Rakhmadi, FIB UI, 2010 Universitas Indonesia 69 つむじかぜ かえ 名刺を一枚握らせられる。旋風の ように身を回して去るのを見れ ば、例の凄 味の女である。番地の附いている名刺に「十一時三十 分」という鉛筆書きがある。金五君は自分の下等な物に関係しな つらあて いのを臆病のように云う同国人に、面 当をしようという気になる。 そこで冒険にもこの Rendez-Vous に行く。腹の皮に妊娠した時の あと 痕のある女 であった。この女は舞踏に着て行く衣裳の質に入れて あるのを受ける為めに、こんな事をしたということが、跡から知 れた。同国人は荒肝を抜かれた。(Ogai Zenshuu, Mori Ogai, hlm. 176) Ia teringat sebuah kafe di Munich. Sebuah kafe dimana orang Jepang selalu datang secara berkelompok. Di antara pelanggannya ada seorang wanita cantik yang terlihat aneh, ditemani oleh seorang lelaki asli daerah ini yang kelihatan seperti penjahat. Semua orang Jepang di sana memuji kecantikan perempuan ini. Suatu sore, ketika ada pasangan ini, Kanai pergi ke WC laki-laki. Ia mendengar seseorang dibelakangnya yang terburu-buru ke WC juga. Dalam seketika dua lengan kecil melingkari lehernya. Ia merasakan dibibirnya ciuman panas seorang perempuan. Kemudian Kanai merasa tangannya diselipkan sebuah kartu nama. Ketika ia melihat perempuan itu berputar balik bagai badai dan pergi, Kanai menemukan bahwa itu adalah si perempuan yang aneh tersebut. Tertulis dengan pensil di kartunama tersebut adalah angka “ pukul 11.30” Ia merasa ingin mengejek rekan-rekan senegaranya yang mengatakan bahwa dirinya adalah seorang pengecut karena tidak melakukan apapun dengan hasratnya. Jadi ia memutuskan untuk melanjutkan petualangan ini dan pergi ke Rendez-vous 20 . Ia menemukan bahwa si perempuan memiliki bekas luka di bagian abdomen karena ia telah hamil sebelumnya. Setelah itu Kanai kemudian mengetahui bahwa si perempuan melakukan hal seperti ini supaya dapat membeli gaun bekas yang ia butuhkan untuk menari. Rekan-rekan senegara Kanai benar-benar heran. Akan tetapi, wanita yang tertarik dengan Kanai di Munich ternyata memiliki bekas luka karena telah hamil sebelumnya. Kanai akhirnya mengetahui bahwa wanita ini melakukan hal ini bersama Kanai dengan maksud untuk membeli kembali gaun yang telah digadaikannya. Wanita itu akan memakainya kembali untuk menari. Setelah kejadian ini, rekan-rekan senegaranya benar-benar merasa heran. Pengalaman yang ditulis setelah Kanai pergi ke Jerman ini memang tidak ditulis secara berurutan, akan tetapi cerita-cerita tersebut merupakan penggambaran 20 Rendezvous berarti pertemuan, dalam artian lain juga disebut kencan. Seksualitas laki-laki..., Galih Rakhmadi, FIB UI, 2010 Universitas Indonesia 70 yang tepat bagaimana Kanai menangani kejadian-kejadian yang terjadi kepada dirinya seputar hasrat seksual. Jawabannya adalah, Kanai melakukan semua yang diceritakannya supaya tidak kehilangan hasrat seksual tersebut. Kadang, rasa penasarannya dan sifat keras kepalanya menimbulkan konflik yang menurutnya tidak perlu. Kanai, yang sudah memasuki tahap genital psikoseksualnya ternyata terbukti mampu mendapatkan dan mengendalikan hasrat seksualnya. Setelah sebelumnya, di masa remajanya ketika ia masih berada di tahap laten ia menunjukkan gejala aseksual. Ternyata perkembangan psikoseksual Kanai tetap ke arah seksualitas yang normal dan tidak mengalami penyimpangan. Di masa ini, tentu saja secara psikologis pemikiran Kanai tentang seks sudah terbentuk dengan lebih baik daripada masa sebelumnya, dan tentu saja secara fisik, alat kelamin Kanai sudah berkembang lebih dewasa lagi dibandingkan ketika ia masih di masa remaja. 金五君も随分悪い事の限をしたのである。しかし金五君は一度も 自分から攻勢を取らねばならない程強く性欲に動かされたことは おさな ない。いつも陣地を守ってだけはいて、 穉 い Neugierde21 と余計な 負けじ魂との為めに、おりおり不必要な衝突をしたに過ぎない。 Kanai menikmati dosa-dosa yang ia lakukan. Tapi tidak sekalipun hasrat seksualnya membuatnya tergerak dan mampu memaksanya menjadi agresif. Meskipun kadang-kadang neugierde-nya yang kekanakan dan sifat keras kepalanya yang berlebihan menimbulkan konflik yang tidak perlu, satu-satunya alasan yang membuatnya selalu melindungi posisi tersebut adalah supaya ia tidak kehilangan hasrat tersebut. (Ogai Zenshuu, Mori Ogai, hlm. 176-177) Di tahap genital ini, Kanai menunjukkan perkembangan psikoseksualnya sesuai dengan yang dipaparkan dalam teori psikoseksual Freud. Kanai menikmati setiap hal buruk yang ia lakukan walaupun ia tidak menjadi agresif karena dorongan seksualnya. Hal ini berarti Kanai tidak sepenuhnya sengaja melakukan semua kenakalan tersebut secara agresif dengan menggunakan hasrat seksualnya. Kanai melakukan kenakalan-kenakalan tersebut hanya supaya ia tidak kehilangan hasrat 21 Neugierde, berasal dari bahasa Jerman, artinya rasa keingin tahuan, rasa penasaran. Seksualitas laki-laki..., Galih Rakhmadi, FIB UI, 2010 Universitas Indonesia 71 seksualnya. Walaupun demikian, sifat keras kepalanya dan rasa penasarannya justru membuatnya terus melakukan hal-hal buruk yang kadangkala tidak diperlukan. Kanai menggunakan istilah 悪い事 (warui koto) untuk mengekspresikan kejadian-kejadian sebelumnya yang berhubungan dengan seks. Kanai menganggap hal tersebut adalah hal yang buruk, yang semestinya tidak perlu dan ia lakukan. Akan tetapi, ia ternyata kalah oleh rasa penasarannya dan sifat keras kepalanya sehingga ia tetap melakukan hal itu meskipun ia menganggap bahwa itu adalah hal yang buruk. Seseorang akan dapat dikatakan telah memasuki tahap genital bila telah mencapai kepuasan dalam penyesuaian dirinya setelah melewati masa laten. Tahap genital dimulai ketika seseorang memasuki masa pubertas. Pada masa pubertas, hormon-hormon seksual mulai berkembang pesat, menyebabkan pertumbuhan kelamin menjadi lebih matang. Dorongan seksual yang tertahan pada masa laten akan mulai muncul kembali. Kanai, pada tahapan genitalnya ternyata tidak mendapatkan hasrat seksualnya dengan sendirinya. Menurut teori psikoseksual Freud, seseorang yang telah memasuki tahap genital akan mendapatkan kembali dorongan seksual yang dulu muncul ketika tahap infantil. Pada kasus Kanai, ia mendapatkan hasrat seksualnya kembali secara tidak sengaja. Kanai merasa bahwa peristiwa yang terjadi setelah ia menulis di koran Yomiuri, adalah suatu ketidak sengajaan, dan sebab mengapa Kanai tidak dapat menolak ketika dilayani oleh sang gadis pelacur semata-mata adalah supaya ia tidak kehilangan hasrat seksualnya. Selanjutnya, pengalaman Kanai yang terjadi di Jerman juga tidak terlihat adalah sebuah kesengajaan yang berdasarkan dorongan seksual Kanai. Akan tetapi, setidaknya Kanai tidak menolak kenyataan adanya wanita Jerman yang menyukainya, dan dengan itu, Kanai juga tidak ingin kehilangan hasrat seksualnya. Kesulitan Kanai untuk mendapatkan hasrat seksualnya di tahap genital ini menandakan adanya fiksasi yang terjadi ketika ia melewati tahapan psikoseksual infantilnya. Oleh karena kesulitan yang dihadapinya berkisar pada hasrat seksual, maka fiksasi yang dihadapi adalah fiksasi dari tahapan infantil phalik meskipun kita tidak mendapatkan data yang akurat dari pengalaman Kanai di masa infantilnya. Seksualitas laki-laki..., Galih Rakhmadi, FIB UI, 2010 Universitas Indonesia BAB 4 KESIMPULAN Vita Sexualis yang diterbitkan di majalah Subaru pada tanggal 1 Juli 1909 merupakan karya Mori Ogai yang bergaya naturalisme. Ogai menulis Vita Sexualis karena ia merasa bahwa karya-karya pengarang Jepang lainnya pada masa itu kurang merepresentasikan naturalisme yang sebenarnya. Pada masa itu, novel dengan gaya penulisan naturalisme merupakan novel yang populer. Akan tetapi, Ogai tidak menemukan suatu hal yang membuatnya tertarik terhadap novel-novel tersebut, bahkan ia merasa bahwa karya-karya dengan gaya penulisan naturalisme tersebut tidak lebih dari imitasi gaya penulisan naturalisme dari Eropa. Dengan demikian, ia semakin terdorong untuk membuat Vita Sexualis sebagai karyanya yang menampilkan naturalisme yang sebenarnya. Vita Sexualis menceritakan tentang Kanai, yang dapat kita kaitkan langsung terhadap pribadi Mori Ogai. Kanai adalah seorang professor di bidang filsafat, yang kemudian memutuskan untuk membuat sebuah novel tentang kehidupan seksualnya. Kanai membuat kisah mengenai kehidupannya sejak berumur enam tahun sampai umur 21 tahun. Kisahnya tidak membicarakan seks secara eksplisit, namun lebih kepada aspek seksualitas laki-laki secara keseluruhan yakni apa yang ia alami, kemudian ia renungkan sepanjang perjalanan hidupnya. Ia juga menuliskan kisah mengenai apa yang terjadi pada lingkungannya, seperti halnya ia menceritakan tentang keadaan di sekolahnya dimana ia mengenal mengenai homoseksualitas. Dalam skripsi ini penulis mencoba menjelaskan mengenai seksualitas Kanai melalui perkembangan psikoseksualnya sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Sigmund Freud dalam bukunya A General Introduction to Psychoanalysis. Penulis akan memaparkan hasil yang didapat dari analisis di bab sebelumnya. Pada tahap infantil, Kanai terlihat melewati masa tersebut dengan cukup mulus. Hal ini terlihat dari keingintahuannya tentang hal yang berkaitan dengan seks. Akan tetapi, “libido” yang dimiliki Kanai tidak termasuk liar. Sementara itu, tidak diketahui apakah Kanai memiliki kompleks Oedipus atau tidak, karena hubungan Kanai dengan ayah dan Seksualitas laki-laki..., Galih Rakhmadi, FIB UI, 2010 72 Universitas Indonesia 73 ibunya tidak banyak diceritakan. Ia justru takut menceritakan kepada ibunya tentang pengalaman ketika ia baru mengenal bentuk tubuh manusia dalam gambar-gambar erotik yang diperlihatkan tetangganya. Pada tahapan psikoseksual yang selanjutnya yakni tahapan laten, Kanai menjadi lebih tahu tentang hal yang berhubungan dengan seks, terutama karena ia mulai bersekolah, dan pembicaraan yang ia dengar di rumah profesor Azuma. Akan tetapi, pada tahapan laten ini Kanai memiliki sedikit perbedaan karakter dari apa yang dikemukakan dalam teori psikoseksual Freud. Yakni, ia mengalami gejala aseksual, dimana ia kehilangan hasrat seksualnya. Kanai tidak nyaman mendengar hal yang berhubungan dengan seks, dan merasa jijik dan kotor ketika mendengar hal itu. Walaupun demikian, ciri-ciri tahapan laten juga terlihat dari masa remaja Kanai dimana ia membuat aliansi pertemanan dengan Koga dan Kojima. Pada tahapan psikoseksual yang terakhir, yakni tahapan genital, penulis juga mendapatkan hasil yang berbeda dengan ciri-ciri yang dideskripsikan Freud dalam teorinya. Kanai yang mengalami gejala aseksual sejak masa laten, kemudian mendapatkan kembali hasrat seksualnya karena kejadian yang tidak sengaja, yakni “tidur” dengan seorang gadis pelacur yang disediakan oleh rekan kerjanya. Hal ini tentu saja berbeda dengan apa yang dideskripsikan Freud dalam teori psikoseksualnya. Seseorang akan mendapatkan kembali hasrat seksualnya setelah ia memasuki tahap genital yang ditandai dengan datangnya masa pubertas, sejalan dengan perkembangan hormon yang mempengaruhi perubahan fisik dan psikologis seseorang terutama yang terkait langsung dengan organ reproduksi dan ciri gender. Hal yang demikian tidak terjadi pada diri Kanai. Setelah sebelumnya ia mengalami gejala aseksual, ternyata ia mendapatkan kembali hasrat seksualnya dengan cara yang tidak alami. Walaupun demikian, Kanai juga diketahui telah memikirkan seorang wanita yang hanya dilihatnya sekali dalam sebuah perjalanan ke rumahnya di Kosuge. Hal ini juga menandakan bahwa sebenarnya Kanai telah melalui fase dimana ia sedang mencoba meraih hasrat seksualnya secara perlahan dan tak sadar. Karena kesulitan Kanai dalam mendapatkan kembali hasrat seksualnya, penulis menyimpulkan bahwa Kanai memiliki fiksasi yang tertinggal dari tahapan Seksualitas laki-laki..., Galih Rakhmadi, FIB UI, 2010 Universitas Indonesia 74 psikoseksual infantilnya. Selain itu, juga dapat disimpulkan bahwa penyesuaian diri Kanai terhadap perkembangan dirinya di tahap genital menjadi terhambat dan sebagai akibatnya, ia justru meraih hasrat seksualnya kembali dengan cara yang tidak alami. Dengan menggunakan teori psikoseksual Freud, kita dapat mengidentifikasi perkembangan seksualitas seseorang. Shizuka Kanai, tokoh utama dalam novel Vita Sexualis ternyata memiliki sedikit perbedaan dengan perkembangan psikoseksual yang dipaparkan Freud. Tentu saja perbedaan dalam perkembangan psikoseksual setiap individu akan selalu terjadi, karena apa yang dipaparkan oleh Freud merupakan hasil penelitian yang dilukiskan dalam garis besarnya. Walaupun demikian, pada akhir novel dapat kita simpulkan bahwa Kanai melewati semua tahapan psikoseksualnya dengan cukup baik dan mampu menyesuaikan diri di tahapan genitalnya. Seksualitas laki-laki..., Galih Rakhmadi, FIB UI, 2010 Universitas Indonesia 75 DAFTAR REFERENSI Buku: Barbara Andaya ed., 'The Bissu: Study of a Third Gender in Indonesia', in Other Pasts: Women, Gender, and History in Early Modern Southeast Asia, hlm. 27-46. Hawai'i, 2000. Freud, Sigmund. General Introduction to Psychoanalysis: Psikoanalisis Sigmund Freud (Ira Puspitorini, penerjemah). Yogyakarta: Ikon Terali-tera, 2002 Hopper, Helen M. “Mori Ogai's Response to Suppression of Intellectual Freedom” Monumenta Nipponica Vol. 29, No. 4:, 1909-12, pp. 381-413 Sophia University , 1974. Meiji bungaku zenshû. Chikuma shobô, 1969-89 Milner, Max. Freud dan Interpretasi Sastra. Jakarta : PT Intermasa, 1992 Nelson, Sarah Milledge. Worlds of Gender: the Archaeology of Women's lives around the globe. Altamira Press, 2007 Ogai, Mori. Ogai Zenshuu. Tokyo : Iwanami Shoten, 1975 Rathus, Spencer A., & Jeffrey S., Nevid, & Lois, Fichner-Rathus. Human Sexuality in a World of Diversity. Boston : Allyn & Bacon, 2007. Ratna, Nyoman Kutha. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra-Dari Strukturalisme Hingga Postrukturalisme. Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2004 Sibley, William. F. “Naturalism in Japanese Literature” Harvard Journal of Asiatic Studies, Vol. 28 (1968), pp. 157-169. Harvard-Yenching Institute. Sukehiro, Hirakawa & Hiraoka, Toshio & Takemori, Tenyuuhen. Ogai no Sakuhin. Tokyo : Shinyousha, 1997 Wellek, Rene., & Austin, Warren. Teori Kesusastraan (Melani Budiarta, penerjemah). Jakarta : PT. Gramedia, 1989. Yoshiyuki Nakai. . “Ogai's Craft. Literary Techniques and Themes in Vita Sexualis” Monumenta Nipponica, Vol. 35, No. 2 pp. 223-239. Sophia University, 1980 Seksualitas laki-laki..., Galih Rakhmadi, FIB UI, 2010 Universitas Indonesia 76 Internet: Wikipedia, the free online encyclopedia http://en.wikipedia.org/wiki/Mori_Ōgai Maulana Ali Ahmad, “Sex”, 14 Desember 2007. http://unipa.wordpress.com/2007/12/14/sex/ Rictor Norton, A Critique of Social Constructionism and Postmodern Queer Theory, "Sexual Identities", 1 June 2002, updated 19 June 2008 <http://www.rictornorton.co.uk/social05.htm> Rictor Norton, A Critique of Social Constructionism and Postmodern Queer Theory, "Passive Roles", 1 June 2002, updated 19 June 2008 <http://www.rictornorton.co.uk/social09.htm> Seksualitas laki-laki..., Galih Rakhmadi, FIB UI, 2010 Universitas Indonesia Lampiran 1 Sinopsis novel "Vita Sexualis" SINOPSIS “Vita Sexualis” menceritakan Shizuka Kanai, seorang guru filsafat di fakultas sastra, yang kemudian menceritakan kehidupan dirinya yang berkaitan dengan seks sejak umur enam tahun sampai 21 tahun. Pertama-tama, Kanai bercerita ketika ia berumur enam tahun, dimana ia melihat gambargambar ukiyoe erotis di rumah tetangganya. Kanai tidak mengetahui apa sebenarnya bentuk asli dari gambar ukiyoe tersebut. Ia tidak bisa menebaknya dan takut untuk menceritakan hal tersebut kepada ibunya. Kemudian, ketika ia berumur tujuh tahun ia bertemu dengan seorang kakek yang membuatnya berpikir mengenai apa yang dilakukan oleh ayah dan ibunya ketika malam hari. Meskipun demikian, ia tidak terus menerus memikirkan hal tersebut dan lupa akan hal itu. Sewaktu sekolah, ia menemukan istilah shounen yang ia ketahui dari teman-temannya. Shounen berarti laki-laki yang dijadikan objek sodomi. Kanai dianggap oleh beberapa senpai-nya sebagai seorang shounen. Di sekolah ia juga mengetahui adanya kelompok kouha dan nanpa. Hal tersebut membuatnya tidak tenang semasa sekolahnya. Kemudian Kanai membuat pertemanan dengan Koga, teman sekamarnya, dan akhirnya menjadi berteman dengan Kojima. Mereka adalah teman baik Kanai semasa sekolah, yang juga banyak berhubungan dengan perkembangan pengetahuan Kanai mengenai kouha dan nanpa. Pertemanannya dengan Koga dan Kojima menyebabkan ia tidak tertarik dengan seks. Setelah lulus dari sekolah, ia diundang untuk membuat sebuah tulisan di sebuah koran, dan sebagai imbalannya, ia diajak rekannya untuk makan malam dan juga diajak pergi ke sebuah rumah pelacuran. Di rumah pelacuran itu, ia benar-benar melakukan seks untuk pertama kalinya, walaupun tidak bisa dibilang itu adalah hal yang sengaja dilakukan Kanai. Penulisan Kanai mengenai kisah hidupnya berhenti ketika ia menulis bagian dimana ia akan berangkat sekolah ke Jerman. Pengalaman setelah Kanai berada di Jerman diceritakan tidak berurutan, namun tetap mengisyaratkan bahwa “petualangan” Kanai terus berlanjut. Pada akhirnya, Kanai yang cukup bingung dengan apa yang baru saja ditulisnya, memutuskan untuk menyimpan tulisan tersebut yang ia beri judul: “Vita Sexualis” Seksualitas laki-laki..., Galih Rakhmadi, FIB UI, 2010 Universitas Indonesia